Laporan Koresponden Tribunnews.com, Richard Susilo dari Jepang
TRIBUNNEWS.COM, TOKYO – Perdana Menteri Jepang Sanae Takaichi (64) resmi pindah dari asrama parlemen ke kediaman resmi perdana menteri yang bersebelahan dengan Kantor Perdana Menteri mulai hari ini, 29 Desember 2025.
Langkah ini disebut bertujuan memperkuat manajemen krisis, termasuk respons cepat terhadap bencana.
"Namun di balik itu, muncul isu lain yang jarang dibicarakan di panggung politik yaitu perawatan keluarga," ungkap sumber politisi Tribunnews.com Senin (29/12/2025).
Sejak menjabat pada Oktober, Takaichi mengakui kepada orang-orang terdekat bahwa ia menjalani perawatan keluarga secara “one operation”—menangani sendiri perawatan suaminya, Takumi Yamamoto (73), mantan anggota DPR Jepang yang mengalami stroke awal tahun ini dan kini menggunakan kursi roda.
Di media sosial X, Takaichi menegaskan pentingnya kedekatan tempat tinggal dan tempat kerja sebagai inti manajemen krisis negara.
Renovasi di kediaman resmi—termasuk penyesuaian bebas hambatan—dilaporkan telah dilakukan agar sesuai kebutuhan.
Baca juga: PM Jepang Sanae Takaichi Masih Andalkan Mesin Fax di Era Digital
Kediaman resmi berada sekitar 400 meter dari kompleks parlemen Akasaka.
Dengan tinggal di sana, perdana menteri dapat segera memimpin bila terjadi keadaan darurat skala besar.
Dalam beberapa kesempatan publik, Takaichi menyebut secara singkat situasi perawatannya.
Saat kunjungan ke Fukushima awal Desember, ia menerima handuk produk lokal sambil berujar, “Ini sangat membantu, karena saya sedang merawat suami.”
Ia juga menyampaikan penyesalan tak dapat mendampingi suami pada upacara penganugerahan medali musim gugur.
Ajudan menyebut Takaichi kerap bekerja hingga larut malam menyiapkan jawaban parlemen dan kebijakan, lalu merawat suami di pagi hari.
Sejumlah pejabat berharap setelah pindah, ia lebih mengandalkan dukungan sekitar agar beban tidak sepenuhnya dipikul sendiri.
Pakar dukungan pengasuh yang bekerja, Reiko Ishiyama, profesor perawatan lansia, menilai kasus ini mencerminkan realitas sosial Jepang.
“Jumlah pengasuh yang bekerja akan terus meningkat. Kasus perdana menteri bisa menjadi momentum memperluas pemahaman bahwa kondisi ini kini normal,” ujarnya.
Data pemerintah menunjukkan jumlah pengasuh yang bekerja mencapai 3,07 juta orang pada 2025, dan diperkirakan memuncak sekitar 3,18 juta dalam 30 tahun.
Survei juga mencatat lebih dari 100 ribu orang meninggalkan pekerjaan setiap tahun karena kewajiban perawatan—menandai besarnya tantangan struktural.
Ishiyama menekankan dukungan harus individual dan kontekstual: perbaikan lingkungan hunian, akses peralatan kesejahteraan, serta jejaring dukungan agar pengasuh tidak terisolasi secara psikologis.
Perpindahan Takaichi ke kediaman resmi menyorot persimpangan kepemimpinan negara dan tanggung jawab keluarga.
Di tengah tuntutan politik dan krisis demografi, kisah ini membuka diskusi publik: bagaimana negara mendukung mereka yang memimpin—dan jutaan warga—yang bekerja sambil merawat keluarga.
Diskusi property Jepang dilakukan Pencinta Jepang gratis bergabung. Kirimkan nama alamat dan nomor whatsapp ke email: tkyjepang@gmail.com