TRIBUN-TIMU.COM, MAKASSAR – Partai Keadilan Sejahtera (PKS) merespons ramainya wacana pemilihan kepala daerah (Pilkada) tidak langsung melalui Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD).
Ketua DPW PKS Sulawesi Selatan, Anwar Faruq, mengatakan wacana tersebut masih dalam tahap kajian di tingkat pusat.
Hingga kini, Dewan Pimpinan Pusat (DPP) PKS belum menetapkan sikap resmi terkait sistem Pilkada akan diterapkan ke depan.
“Di PKS Sulsel, kami mengikuti sepenuhnya arahan DPP. Pada prinsipnya, apa pun keputusan pimpinan pusat, itu yang kami jalankan,” kata Anwar kepada Tribun Timur, Selasa (30/12/2025).
Anwar menegaskan, PKS Sulsel siap mengikuti keputusan DPP, baik Pilkada dilakukan secara langsung maupun tidak langsung.
“Mau Pilkada terbuka, tertutup, semi terbuka, atau semi tertutup, kami ikut. Nanti kita lihat bagaimana perkembangannya,” ujar anggota DPRD Makassar itu.
Ia juga mengakui sistem Pilkada tidak langsung pernah diterapkan di Indonesia, sebelum akhirnya diubah menjadi pemilihan langsung karena dinilai tidak demokratis.
Menurut Anwar, setiap sistem memiliki kelebihan dan kekurangan masing-masing.
“Pasti ada pro dan kontra. Tapi saya yakin, setelah disepakati DPP PKS, kami di daerah tinggal menjalankan keputusan tersebut,” jelasnya.
Anwar menambahkan, hingga saat ini belum ada sikap resmi DPP PKS terkait wacana Pilkada dipilih melalui DPRD.
Seluruh opsi masih dalam tahap pengkajian untuk mencari format dinilai paling tepat.
“Sampai hari ini belum ada keputusan resmi. Masih dikaji seperti apa bentuk-bentuknya,” kata Anwar.
Dewan Pimpinan Wilayah (DPW) Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) Sulsel menyatakan setuju dengan wacana pemilihan kepala daerah melalui DPRD.
Sekretaris DPW PKB Sulsel, Muhammad Haekal, menilai Pilkada melalui DPRD jauh lebih efisien dibandingkan pemilihan langsung rakyat.
Penilaian itu didasarkan pada tingginya biaya politik harus ditanggung calon kepala daerah dalam sistem Pilkada langsung saat ini.
“Wacana Pilkada tak langsung ini sebenarnya bukan hal baru di PKB. Sudah lama menjadi bahan diskusi internal, terutama soal cost politik yang sangat tinggi dalam Pilkada langsung,” kata Haekal kepada Tribun Timur, Selasa (30/12/2025).
Haekal menjelaskan, tingginya biaya politik kerap berdampak pada perilaku koruptif kepala daerah.
Ia menilai, sejumlah kasus korupsi menjerat kepala daerah tidak terlepas dari upaya menutup ongkos politik besar saat Pilkada.
Baca juga: PAN Pinrang Dukung Wacana Pilkada Lewat DPRD, Gerindra Ikut Instruksi DPP
“Kalau kita lihat fakta, banyak kepala daerah yang terjerat kasus hukum karena berusaha menutupi cost politik yang tinggi. Ini masalah serius dalam Pilkada langsung,” ujarnya.
Ia mengingatkan, Pilkada tidak langsung memang pernah ditinggalkan karena dianggap tidak demokratis.
Namun dalam praktiknya, Pilkada langsung justru menimbulkan persoalan baru, terutama tingginya biaya politik.
“Dulu Pilkada tak langsung dianggap tidak demokratis. Tapi setelah pemilihan langsung berjalan, ternyata biaya politiknya sangat tinggi dan tidak rasional,” katanya.
Berdasarkan kajian internal PKB, lanjut Haekal, Pilkada melalui DPRD dinilai lebih murah dan tidak membutuhkan biaya politik sebesar pemilihan langsung.
Karena itu, PKB memandang pengembalian mekanisme pemilihan kepala daerah melalui DPRD sebagai salah satu solusi.
“Kalau dibandingkan hasil kajian kami, Pilkada lewat DPRD itu jauh lebih murah,” tegasnya.
PKB bahkan menilai posisi gubernur lebih tepat jika ditunjuk langsung oleh Presiden.
Alasannya, gubernur memiliki fungsi sebagai perwakilan pemerintah pusat di daerah.
“Dalam kajian PKB, gubernur itu kepala daerah sekaligus wakil pemerintah pusat. Jadi lebih baik ditunjuk Presiden saja, tidak perlu dipilih,” ungkap Haekal.
Meski demikian, ia menegaskan wacana tersebut masih sebatas kajian dan belum menjadi keputusan final partai.
Pro dan kontra di masyarakat dinilai sebagai hal yang wajar dalam demokrasi.
“Ini masih bahan kajian. Tentu ada yang setuju dan tidak setuju, itu hal biasa,” ujarnya.
Menanggapi kekhawatiran munculnya praktik politik uang jika Pilkada dilakukan melalui DPRD, Haekal menilai tidak ada sistem pemilihan yang sepenuhnya bebas dari politik uang.
Tidak ada jaminan sistem mana yang benar-benar bebas dari money politics.
Sistem akan terus dievaluasi. Kalau lewat DPRD, berarti wakil rakyat yang memilih.
Untuk gubernur, karena wakil pemerintah pusat, sekalian saja dipilih Presiden. (*)