Sepanjang tahun 2025, BNPT mencatat temuan 21.199 konten bermuatan Intoleransi, Radikalisme, dan Terorisme (IRT) di ruang digital

Jakarta (ANTARA) - Kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) Komisaris Jenderal Polisi (Purn.) Eddy Hartono mengatakan proses radikalisasi melalui ruang digital berlangsung jauh lebih cepat dibandingkan cara konvensional.

Masalahnya, kata dia, jika sebelumnya radikalisasi membutuhkan waktu 2 tahun hingga 5 tahun, kini radikalisasi melalui media sosial dapat terjadi hanya dalam kurun 3 bulan hingga 6 bulan.

"Radikalisasi melalui media sosial ini jadi lebih efektif," ucap Eddy dalam acara Pernyataan Pers Akhir Tahun dan Perkembangan Tren Terorisme Indonesia Tahun 2025 di Jakarta, Selasa, yang dipantau secara daring.

Dia menuturkan ancaman tersebut pun berdampak langsung pada kelompok anak, sehingga pihaknya sudah membentuk tim koordinasi nasional perlindungan anak terhadap anak yang menjadi korban terorisme.

Tim tersebut antara lain terdiri atas Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA), Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI), Kementerian Sosial, hingga Kementerian Agama.

Dengan demikian meskipun kondisi keamanan nasional relatif terkendali, BNPT mencermati adanya pergeseran signifikan pola ancaman terorisme dari aksi fisik menuju penyebaran ideologi melalui ruang digital, yang semakin dekat dengan kehidupan anak dan remaja.

“Ancaman terorisme di ruang digital semakin berkembang. Propaganda, perekrutan, dan pendanaan banyak dilakukan melalui media sosial dan platform digital, termasuk dengan menyasar kelompok usia anak,” ungkap dia.

Sepanjang tahun 2025, BNPT mencatat temuan 21.199 konten bermuatan Intoleransi, Radikalisme, dan Terorisme (IRT) di ruang digital.

Konten tersebut didominasi propaganda, pendanaan, dan perekrutan, dengan pola komunikasi yang disesuaikan dengan karakter anak dan remaja.

Eddy menjelaskan temuan tersebut selaras dengan Kajian Tren Terorisme Indonesia 2023–2025 yang disusun I-KHub BNPT bersama mitra internasional, seperti Hedayah.

Laporan tersebut menegaskan meskipun serangan fisik terkendali, peperangan ideologi bergeser ke ruang privat anak-anak melalui ruang digital.

"Kami mengajak seluruh pihak bersama-sama menjaga Indonesia untuk memutus mata rantai penyebaran radikal terorisme di ruang fisik dan digital,” ucap Eddy menegaskan.