JAKARTA - Anggota DPR
Rahayu Saraswati mendapat sorotan publik setelah tampil membela
Ipda Rudy Soik , Anggota Polda Nusa Tenggara Timur (NTT) yang dipecat karena dugaan pengungkapan mafia BBM. Politikus Partai Gerindra itu akan melaporkan kasus tersebut kepada Presiden Prabowo Subianto yang tak lain adalah pamannya sendiri.
Pembelaan terhadap Rudi Soik disampaikan Rahayu Saraswati dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) Komisi III DPR dengan Kapolda NTT Irjen Daniel Tahi Monang Silitonga dan Rudy Soik di ruang Komisi III DPR, Senayan, Jakarta Pusat, Senin (28/10/2024). Sara, sapaan akrab Rahayu Saraswati, hadir sebagai Ketua Jaringan Nasional (Janras) Anti-Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO).
Sara menilai Rudy Soik sebagai sosok yang berkomitmen dalam memperjuangkan hak-hak masyarakat kecil, termasuk dalam mengungkap kasus-kasus perdagangan orang dan jaringan mafia BBM. "Sangat disayangkan kalau misalkan ada polisi yang memang lurus, bersih, sampai sedemikian hanya untuk bisa melawan hal-hal tersebut," kata Sara dalam RDP Komisi III DPR.
Wakil Rakyat dari Daerah Pemilihan (Dapil) DKI Jakarta III akan melaporkan kasus tersebut kepada Presiden Prabowo. "Kalau tidak ada tindak lanjut yang jelas dan tidak ada keberpihakan yang jelas kepada masyarakat, khususnya dalam hal ini saya mewakili NTT, tentunya saya akan mengangkat ini ke tingkat yang lebih tinggi lagi," katanya.
Profil Rahayu Saraswati
Sara bernama lengkap Rahayu Saraswati Dhirakanya Djojohadikusumo. Selain politikus, dia juga dikenal sebagai aktivis sosial karena konsistensinya dalam memperjuangkan hak-hak perempuan dan pemberantasan perdagangan manusia.
Perempuan kelahiran 27 Januari 1986 itu bukan berasal dari keluarga sembarangannya. Sara merupakan putri pasangan Hashim Djojohadikusumo dan Anie Hashim Djojohadikusumo, yang berarti keponakan Presiden Prabowo Subianto.
Nama belakang Sara, Djojohadikusumo, merujuk pada kakek buyutnya, Raden Mas Margono Djojohadikusumo, pendiri Bank Negara Indonesia (BNI). Sementara kakeknya adalah Soemitro Djojohadikusumo yang juga dikenal sebagai begawan ekonomi.
Sara menempuh pendidikan dasar di SD Tarakanita II Jakarta sebelum melanjutkan studi ke United World College of South East Asia (UWCSEA) di Singapura dan Collège du Léman di Jenewa, Swiss. Ia lulus pada 2003 dan kemudian memperoleh gelar diploma dari The International School of Screen Acting di London pada 2007. Setelah itu, Sara diterima di Universitas Virginia, Amerika Serikat, melalui jalur Early Decision, dengan fokus pada jurusan Classics and Drama.
Rahayu Saraswati memulai kariernya sebagai pembawa acara di The Indonesia Channel dalam program Hot Indonesia pada 2014-2015. Pada saat yang bersamaan, ia juga berkiprah sebagai pendiri, pemegang saham, dan CEO di The Legacy Pictures PTE Ltd.
Di dunia bisnis, Sara pernah menjabat sebagai direktur dan komisaris di sejumlah perusahaan ternama, termasuk PT Arsari Media Internasional, PT Arsari Duta Semesta, PT Arsari Putra Indonesia, dan PT Media Desa Indonesia.
Di dunia politik, Sara bergabung dengan Partai Gerindra dan terpilih sebagai Anggota DPR RI pada periode 2014-2019. Ia dikenal karena dedikasinya dalam memperjuangkan hak-hak perempuan dan anak, serta memberantas perdagangan manusia.
Ketika gagal terpilih pada Pemilu 2019, pamannya, Prabowo Subianto, menunjuknya sebagai Wakil Ketua Umum Partai Gerindra untuk periode 2020-2025. Pada Pileg 2024, Sara terpilih kembali menjadi Anggota DPR. Ia menjabat sebagai Wakil Ketua Komisi VII DPR.
Selain di bidang politik, Rahayu Saraswati juga memiliki karier yang sukses di dunia perfilman dan seni peran. Ia terlibat dalam sejumlah film nasional seperti Merah Putih (2009), Darah Garuda (2010), dan Hati Merdeka (2011). Dedikasi dan kemampuan aktingnya membawanya meraih berbagai penghargaan, termasuk Best Actress di Bali International Film Festival dan nominasi dalam beberapa ajang bergengsi lainnya.
Dalam kehidupan pribadinya, Sara pernah mengalami perlakuan diskriminatif secara daring, terutama ketika ia menjadi korban perundungan online terkait foto kehamilannya yang diunggah pada 2015.
Kejadian ini menjadi salah satu motivasinya untuk terus memperjuangkan hak-hak perempuan di Indonesia, khususnya melawan stigma dan diskriminasi yang kerap dialami oleh perempuan.
MG/Inda Farahainnisa