JAKARTA - Risiko menjadi anggota
Kopassus menarik diulas. Hal ini termasuk proses pendidikan yang sangat berat hingga sering menjalankan operasi militer berbahaya.
Komando Pasukan Khusus (Kopassus) merupakan salah satu
pasukan elite yang dimiliki TNI Angkatan Darat (AD). Populer disebut Korps Baret Merah, satuan ini dipimpin seorang Jenderal Bintang 2 atau Mayor Jenderal (Mayjen) yang biasa dikenal Danjen Kopassus.
Pada statusnya sebagai Komando Tempur Utama yang dimiliki TNI AD, Kopassus berisikan prajurit-prajurit andal yang sudah dibekali berbagai kemampuan khusus. Selain itu, mereka yang ingin menjadi bagiannya harus siap dengan segala risiko yang menghadang ke depannya.
Risiko Menjadi Anggota Kopassus
1. Seleksi yang Sangat Berat
Kopassus memiliki standar tinggi soal anggota. Tak sembarangan, hanya prajurit yang berhasil menyelesaikan pendidikan saja yang nantinya bisa lolos.
Secara umum, pendidikan Kopassus terbagi menjadi tiga tahapan. Masing-masing adalah tahap basis, tahap gunung hutan, serta tahap rawa laut.
- Tahap Basis
Pada tahap ini, prajurit akan dibekali ilmu-ilmu dasar prajurit Komando, baik secara perorangan, kelompok, hingga hubungan tim.
Akhir dari tahapan ini ditandai dengan materi Uji Keterampilan Komando (UKK) yang harus diselesaikan selama 12 hari.
- Tahap Gunung Hutan
Tahapan ini menjadi aplikasi dari segala materi yang sebelumnya didapat prajurit Komando di Tahap Basis. Prajurit diharuskan bisa mempertahankan diri dalam berbagai macam keadaan medan serta cuaca yang ekstrem.
Tahap Gunung Hutan diakhiri Long March dari Bandung ke Cilacap dengan 10 etape siang dan malam sejauh 455 km.
- Tahap Rawa Laut
Tahap Rawa Laut adalah tahapan terakhir dari pendidikan. Melalui bukunya yang berjudul “Sutiyoso The Field General: Totalitas Prajurit Para Komando”, Sutiyoso pernah membagikan pengalamannya ketika menjalani tahap ini.
Para prajurit dilatih kemampuan patroli ilmu medan dan rawa, serta uji pembebasan tokoh di kamp tawanan. Prajurit Komando setiap hari harus berenang dan mendayung, melakukan praktek pendaratan, survival laut, renang ponco hingga berlatih pelolosan.
2. Risiko Fisik
Risiko fisik harus siap diterima prajurit Kopassus. Dalam hal ini, Korps Baret Merah memang dikenal punya sederet latihan ekstrem yang menguras fisik dan mental. Berikut beberapa contohnya:
- Latihan Survival di Tengah Hutan
Latihan ini membutuhkan kombinasi kemampuan fisik, mental hingga spiritual. Di dalam hutan, anggota harus berusaha untuk bertahan hidup dengan perlengkapan dan perbekalan yang seadanya.
Pada latihan ini, prajurit akan dilepas di hutan pada pagi hari. Kemudian, mereka harus mencapai titik tujuan sebelum periode waktunya habis.
Latihan ini juga sering disebut dengan Hellweek. Tujuannya untuk melatih kemampuan mental dan fisik seorang prajurit, terutama saat berada di keadaan yang sulit dan serba kekurangan.
- Latihan Dopper
Kemudian, ada dopper yang menjadi salah satu bentuk latihan paling ekstrem prajurit Kopassus. Di latihan ini, prajurit Kopassus akan merangkak di tempat berlumpur dan saat bergerak mereka akan diserbu rentetan tembakan dari tim pelatih yang berada di atasnya.
Latihan Dopper ditujukan untuk melatih mental dan fisik para prajurit, khususnya sebelum benar-benar terjun ke medan tempur.
Dari latihan ekstrem tadi, tentu ada risiko seperti cedera hingga kematian. Maka dari itu, mereka harus bersiap untuk menyelesaikannya dengan baik.
3. Risiko Operasi Militer yang Berbahaya
Pada operasinya, prajurit Kopassus juga harus bersiap terjun di medan yang berbahaya. Terlebih, Korps Baret Merah sendiri sering ditugaskan untuk operasi penting, seperti antiteror, penyelamatan sandera, intelijen, dan misi rahasia lainnya.
Melihat ke belakang, jejak keberhasilan misi Kopassus terbilang cukup banyak. Di antaranya yang terkenal adalah Operasi Mapenduma.
Tujuan operasi militer ini untuk membebaskan sandera Ekspedisi Lorentz 95 yang sempat ditahan oleh Organisasi Papua Merdeka (OPM) pimpinan Kelly Kwalik di Desa Mapenduma, Kecamatan Tiom, Jayawijaya. Waktu itu, misi pembebasan dipimpin Danjen Kopassus Brigjen TNI Prabowo Subianto.
Pada 9 Mei 1996, beberapa anggota menyerang sarang OPM yang berada di Desa Geselama. Operasi ini akhirnya mengakhiri drama penyanderaan selama 130 hari.
4. Risiko Psikologis
Berikutnya ada risiko psikologis. Hal ini termasuk dalam bentuk tekanan mental hingga trauma.
Tekanan mental bisa terjadi karena stres setelah menjalankan tugas berbahaya. Selain itu, bisa juga akibat kondisi jauh dari keluarga serta tuntutan untuk selalu siap siaga dalam segala kondisi.
Sementara untuk trauma bisa terjadi usai seorang prajurit menghadapi situasi ekstrem dalam pertempuran dan menyebabkan gangguan stres pascatrauma (PTSD). Misalnya, hampir terbunuh saat latihan atau menjalankan misi.
5. Risiko Keluarga
Risiko lainnya bisa dilihat dari aspek kehidupan pribadi. Contohnya berkaitan dengan keluarga.
Sebenarnya hal ini tidak hanya berlaku untuk prajurit Kopassus, tetapi juga anggota TNI di satuan lain. Suatu saat, mereka bisa mendapat penugasan jangka panjang, sehingga akan jauh dari keluarga.
Itulah beberapa risiko menjadi anggota Kopassus yang bisa diketahui.