TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Menteri Kesehatan (Menkes) Budi Gunadi Sadikin mengungkapkan, pihaknya bakal menyusun regulasi untuk memperbolehkan dokter umum melakukan operasi caesar, terutama dalam kondisi darurat di daerah terpencil yang tidak memiliki dokter spesialis kandungan.
Ia menegaskan bahwa langkah ini mendesak untuk menyelamatkan nyawa masyarakat yang selama ini tidak mendapat akses pelayanan kesehatan memadai.
“Akan kita buat regulasinya. Supaya mereka itu bisa diberikan secara resmi. Bukannya kemudian orang bodoh, seperti orang bodoh langsung disuruh, dibolehin. Enggak. Mereka akan dilatih secara formal. Dan apakah latihnya semuanya? Enggak. Yang menyelamatkan nyawa aja, yang emergency itu harus diberikan,” kata Budi di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (14/5/2025).
Ia menyoroti kondisi keterbatasan dokter spesialis di daerah-daerah. Dari 514 kabupaten/kota di Indonesia, ratusan di antaranya tidak memiliki dokter spesialis sama sekali.
Hal ini menyebabkan banyak kasus gawat darurat yang tidak tertangani dengan baik.
“Yang ada spesialis itu kan mungkin berapa? Dari 514, 200 total, 300 total mungkin enggak ada. Ini untuk saving life,” ucapnya.
Menkes mencontohkan kondisi sulit di berbagai daerah terpencil yang pernah ia kunjungi, seperti Nias, Taliabu, Anambas, Konawe Utara, hingga pedalaman Sumba.
Di wilayah-wilayah tersebut, masyarakat harus menempuh perjalanan jauh bahkan menyeberang laut untuk mendapatkan layanan kesehatan dasar.
“Saya ke Taliabu, sudah pernah ke Pulau Taliabu? Belum. Sudah pernah ke Anambas? Itu pulau-pulau seperti itu ke Kolaka, Konawe Utara, ke pedalaman Sumba. Itu banyak sekali. Saya mengerti kenapa ibu-ibu meninggal, nggak bisa terlayani,” ujarnya.
Ia menceritakan pengalaman terbarunya saat mengunjungi Lampung, di mana ia ditunjukkan video oleh kepala daerah setempat mengenai warga yang harus menggotong ibu hamil menggunakan perahu karena tidak tersedia dokter.
Banyak di antaranya yang meninggal dalam proses tersebut.
“Dan see, some of them die dalam proses. Jadi apa yang teman-teman lihat di kota itu jauh sekali realitasnya berbeda dengan yang ada di pedalaman. Nanti saya akan ajak teman-teman untuk ikut saya,” ujarnya.
Budi menjelaskan bahwa praktik task-shifting ini telah diakui secara internasional oleh WHO dan sebelumnya juga pernah diterapkan di Indonesia.
Ia menegaskan bahwa pelaksanaannya akan dilakukan secara terstruktur dan terbatas hanya untuk tindakan medis yang bersifat darurat dan menyelamatkan nyawa.
"Yang saya minta adalah, untuk daerah-daerah yang memang tidak ada spesialisnya, ratusan yang enggak ada spesialisnya, tolong dokter umumnya dilengkapi dengan kompetensi-kompetensi yang sifatnya emergency, yang sifatnya menyelamatkan nyawa, agar kita tidak perlu lagi melihat masyarakat-masyarakat kita meninggal," ucap Budi.
Ia menambahkan, banyak dokter umum saat ini merasa terbatasi secara hukum dan enggan mengambil tindakan karena khawatir dikategorikan melanggar kompetensi.
“Sekarang dokter-dokter umum itu bilang ke saya, ‘Pak, sekarang kita tuh enggak boleh secara hukum melakukan itu. Karena kita dibilang bahwa kita tidak kompeten melakukan itu karena tidak pernah dilatih.’ Sehingga kita menonton ibu-ibu yang hamil itu wafat di daerah-daerah,” ungkapnya.
Lebih lanjut, Menkes menegaskan bahwa regulasi ini tidak bertujuan mengesampingkan peran dokter spesialis, melainkan sebagai solusi praktis di daerah yang sangat kekurangan tenaga medis.
“Karena urusannya dengan nyawa masyarakat. Itu yang saya minta dalam konteks itu saja. Bahwa dokter-dokter ini umumnya harus diberikan task-shifting. Ini sudah ada aturannya di dunia. Sudah pernah juga dilakukan di Indonesia dulu,” pungkasnya.