Viral Driver Ojol Tambal Jalan Berlubang Pakai Modal Sendiri: Jangan sampai Orang Lain Jatuh
Lailatun Niqmah May 19, 2025 07:31 PM

TRIBUNWOW.COM - Viral di media sosial aksi seorang driver ojol menambal sendiri jalan berlubang di  Kecamatan Ciwidey, Kabupaten Bandung, Jawa Barat, Minggu (18/5/2025).

Dalam rekaman yang beredar, tampak driver ojol memakai seragam warna hijau jongkok menambal jalan berlubang menggunakan aspal yang ditaruh di sebuah tong.

Rupanya, aksi tambal jalan berlubang ini merupakan inisiatif pribadi sang driver ojol, Hasan Fiidel (24).

Aspal yang digunakan untuk menambal jalan berlubang merupakan aspal bekas, yang ia beli dari uang pribadinya.

Aksi driver ojol itu pun ramai dikomentari netizen, di mana sebagian mempertanyakan kinerja pemerintah setempat.

Tak Ingin Orang Lain Jatuh karena  Jalan Berlubang

Hasan mengaku, motifnya menambal jalan rusak adalah tak ingin ada korban jatuh, selain dirinya.

Hal itu dilakukannya setelah mengalami kecelakaan akibat jalan rusak saat menarik penumpang di Kota Bandung.

"Sampai saat ini juga saya aktif jadi ojek online, kebetulan waktu lagi narik saya pernah jatuh karena jalan yang berlubang sampai waktu itu handphone saya LCD-nya rusak."

"Jatuhnya di salah satu jalan di Kota Bandung. Kepikirannya di situ, saya berpikir aja, jangan sampai orang ngalamin jatuh karena jalan yang berlubang," kata Hasan saat ditemui di Kampung Cibodas, Desa Cibodas, Kecamatan Pasirjambu, Senin (19/5/2025), dikutip dari Kompas.com.

Setelah insiden itu, Hasan mulai mencari cara menambal jalan secara mandiri.

Ia mempelajarinya dari berbagai sumber di internet, termasuk YouTube, Google, hingga teknologi kecerdasan buatan (AI).

"Saya cari di internet, YouTube, Google, dari AI, belajar selama dua hari. Terus waktu itu kepikiran untuk langsung praktik, tapi waktu itu enggak langsung ngonten, tapi percobaan dulu," ujarnya.

Ia mengaku menghabiskan waktu empat bulan untuk belajar membuat aspal.

Ia mengeluarkan modal awal Rp 500.000 hasil dari narik ojol untuk membeli tabung gas elpiji, kompor, ember, pasir beton, dan lem aspal.

"Kalau kegiatan baru dua minggu, kalau perencanaan saya sudah hampir empat bulan, cuma dulu banyak kendalanya, kayak dari peralatan, aspalnya gimana. Perencanaan empat bulan yang lalu, baru bulan sekarang dieksekusi," ujarnya.

Hasan memilih mengolah aspal di kebun terpencil tidak jauh dari rumahnya agar tidak mengganggu warga.

"Ternyata pas saya terjun ke lapangan, ternyata beda-beda misalnya spek aspalnya, buat jalan desa, provinsi, dan jalan nasional itu beda," ujarnya. 

Jalan berlubang di depan Kantor Desa Cibodas menjadi lokasi pertama yang ia tambal. Sebelum memulai, ia terlebih dahulu meminta izin kepada kepala desa. 

"Waktu pertama nyobain itu di jalan Desa Cibodas, saya bicara ke kades, itu salah satu adab saya, kebetulan di depan jalan desa ada yang berlubang juga. Jadi sebelum nambal yang jauh, kita bantu dulu yang sekitar lah. Alhamdulillah, responsnya mendukung," ujarnya.

Ia menggunakan aspal bekas yang ditemukan di pinggir jalan ketika menarik penumpang, untuk menghemat biaya.

Hasan hanya mengeluarkan uang untuk gas, bensin, dan lem aspal.

"Ini tuh kalau buat aspal, pengeluaran cukup lumayan ya, apalagi waktu percobaan mulai dari nol, mulai dari beli aspal, cairan aspal bakar, lem aspal. Tapi setelah saya pelajari, yang sekarang digunakan itu aspal bekas yang sudah terkelupas yang dibuang di pinggir jalan, saya manfaatkan itu," kata Hasan. 

"Jadi, sekarang modalnya cuma buat beli gas, bensin, sama beli cairan perekat atau lem aspal. Kalau dulu habis sekitar Rp 500.000 tanpa dikontenkan. Kalau sekarang tergantung lubang, kayak kemarin di Katapang itu cuma puluhan ribu," lanjutnya. 

Proses pengolahan aspal dilakukan sejak pagi hingga siang, dan pencairan aspal bisa memakan waktu 2–3 jam. Setelah itu, aspal dituangkan ke lubang yang sudah ditandai sebelumnya. 

"Kalau dari awal ngonten sampai saat ini, saya suka tandain kalau lagi cari penumpang dari Ciwidey ke Kota Bandung, saya fotoin," ujar Hasan.

Adapun proses penambalan memakan waktu sekitar 20-20 menit per lubang.

Sebelumnya, lubang dibersihkan, diberi lem, lalu ditambal aspal cair.

"Kalau untuk pengerjaan di lapangan itu paling 20 menit sampai 30 menit lah, yang lama itu dari proses mencairkan aspalnya. Biasanya bisa sampai 2 atau 3 jam," tuturnya. 

Dalam dua pekan terakhir, Hasan telah menambal sejumlah jalan berlubang di kawasan Ciwidey, Katapang, dan Soreang. 

Aksinya mendapat respons positif dari masyarakat dan rekan ojol. 

"Sekarang mah sendiri dulu aja. Tapi antusiasnya warga dan rekan ojol itu luar biasa," katanya.

Hasan mengaku sebagian warga sempat mengiranya adalah bagian dari petugas pemerintahan.

"Banyak, ada yang nanya dari pihak pemerintah atau bukan, ada yang memvideo, ada yang berterima kasih, ada yang nyuruh juga. Kan kalau saya mah skala kecil, ini ada yang nyuruh skalanya gede. Bukan kerjaan saya kalau lubangnya gede mah," ucapnya.

Ia menegaskan, tidak berniat mengkritik siapa pun, melainkan ingin mengguakan waktu luangnya untuk membantu orang lain agar tidak mengalami kecelakaan seperti dirinya.

"Saya enggak nyalahin pihak mana pun, saya yakin pihak terkait juga ingin membetulkan jalan, tapi mungkin dananya harus besar, harus nunggu juga. Tapi kalau saya kan waktunya luang, sambil nunggu diaspal sama pihak terkait, ya saya lakukan aktivitas ini, daripada enggak sama sekali ditambal," ujarnya.

Lebih lanjut, Hasan menceritakan masa kecilnya yang penuh perjuangan.

Ayahnya meninggal dunia, dan ibunya menjadi TKW di luar negeri sejak ia kecil hingga pulang pada 2022.

Hasan pernah berdagang telur di Jakarta setelah lulus SD sebelum kembali sekolah karena termotivasi melihat anak-anak SMP. 

"Diurus oleh keluarga dari Ibu, kemudian sempat tidak ingin melanjutkan ke SMP. Lulus SD merantau ke Jakarta Selatan dagang telur, kemudian melihat bubaran anak SMP, akhirnya pengen sekolah ke SMP," katanya. 

Semasa SMP hingga SMK, ia berdagang berbagai barang, mulai dari pulsa hingga sayuran. Ia juga sempat tinggal di panti asuhan. 

"Masuk di Panti Asuhan Yatim Baraya di Rancamanyar," ujarnya. 

Hasan sudah tiga tahun bekerja sebagai pengemudi ojol, dan tetap mengenakan jaket ojol saat menambal jalan sebagai bentuk identitasnya. 
"Kenapa pakai jaket ojol? Karena memang ini identitas saya, keseharian saya, tempat saya cari nafkah," ujarnya. 

"Kalau ngojol sudah tiga tahun, karena sekarang susah cari kerja. Sempat kerja di tempat lain. Lulus sekolah juga sudah ngojol, terus kerja habis kontrak kerja, ya ngojol lagi. Sekarang fokus di ojol," sambungnya. 

Hasan mengaku tidak berniat viral dan menyatakan dirinya hanya ingin bermanfaat. 

Ia bahkan kerap berjualan jas hujan seharga Rp 5.000 selain menarik penumpang. 

"Memang hobi ngonten dan lainnya, tapi enggak berharap viral atau apa. Malah enggak banyak yang tahu, kalau kegiatan selain ngojol dan ngaspal, sering dagang jas hujan dijual Rp 5.000," katanya. 

Meski aktivitasnya kini dikenal luas, Hasan tetap menjaga niatnya agar tidak sombong. 

Ia bahkan punya mimpi besar di masa depan. 

"Ke depan pengin bikin perusahaan aspal sendiri, itu karena saya lihat daerah Baleendah yang jalannya bolong gede, biar manfaatnya bisa terasa lebih besar. Paling tidak saya punya perusahaan bahan-bahan untuk perbaiki jalan," pungkasnya.

(Tribunjabar.id/Salma Dinda) (Kompas/Elgana Mubarokah)

 

© Copyright @2025 LIDEA. All Rights Reserved.