Politik Legislator Muda
GH News June 15, 2025 02:03 AM

TIMESINDONESIA, YOGYAKARTA – Pergelaran pemilu terakhir tren suara anak muda dalam politik semakin meningkat tidak hanya dari suara dan partisipasi. Tetapi juga keterlibatan sebagai aktor politik yang mengikuti kontestasi pemilihan anggota legislatif baik dari DPR sampai DPRD tingkat Kabupaten dan kota. 

Kans ini tentunya membawa harapan baru serta membuka jalan dan mendobrak tatanan berpolitik yang mapan dari kebiasaan selama ini. Memberikan kesempatan dan estafet kepada anak muda sebagai politisi dan sekaligus wakil rakyat yang mereka wakili. 

Kehadiran para legislator muda diparlemen tentunya membawa angin segar bagi tatanan politik dan berdemokrasi dalam legislataif. Para legislator muda ini tentunya secara demografi mewakili kelompok dari kalangan anak muda apabila dilihat dari segi umur. 

Mengingat besarnya populasi suara anak muda pada pemilu 2024 yang berlalu, tercatat jumlah pemilih dari kalangan millenial dan gen z mencapai 113 juta orang atau 56,45 % dari total daftar pemilih tetap. Menunjukan bahwasanya suara anak muda memiliki power politik yang sangat signifikan. 

Sejalan dengan isu-isu seputar prioritas anak muda mulai dari lapangan kerja yang mampu memangkas pengangguran yang menyentuh hajat generasi millennial. Serta mampu menyuarakan isu isu tersebut dalam menggaet dukungan dari anak muda.

Tentunya lonjakan isu politisi muda tidak berhenti pada sekitar pada hegemoni suara anak muda yang dimanfaatkan suaranya untuk pada pilpres saja, atau berhenti pada proses pencalonan menjadi wakil rakyat serta berhenti pada simbolik sebagai perwakilan anak muda. 

Tidak adanya ada upaya untuk menyelesaikan permasalahan di kalangan anak muda. Karena keterpilihan politisi muda menjadi legislatif atau wakil rakyat itu cuma sebagai langkah awal, Tantangan berikutnya bagaimana mereka menjalankan fungsi keterwakilannya sebagai wakil rakyat secara keseluruhan namun juga sebagai wakil dari anak muda. 

Tantangan mereka sesungguhnya tereltak pada bagaimana mereka menjalankan fungsi representasinya. Mulai dari representasi secara subtansial atau hanya sekedar representasi demografis berdasarkan usia yakni anak muda atau bisa dikenal dengan istilah simbolik.

Dalam konsep perwakilan (Pitkin, 1967) mejelaskan tentang perwakilan bahwasanya representasi atau perwakilan ketika proses dimana seorang wakil bertindak atas nama pihak yang diwakili. Dengan maksud untuk bisa menyuarakan, memperjuangkan dan mewujudkan kepentingan serta aspirasi dan terlibat dalam setiap keputusan politik. 

Pitkin menyoroti bahwa pihak yang diwakilkan merasa terwakilkan melalui wakil mereka yang dipilih melalui berbagai proses. Pada perwakilan pada konteks elektoral pitkins juga menjelaskan. 

Ada beberapa dimensi bagaimana fungsi perwakilan itu berjalan ada wakil yang merujuk pada mereka yang berhasil dipilih, ada diwakili yakni mereka yang memilih para wakil tersebut, ada subtansi perwakilan yakni nilai dan materi yang menjadi maksud dan tujuan dari wakil yang diwakili terkait dengan aspirasi dari pihak yang diwakili untuk diserap dan dijadikan sebuah kebijakan oleh pihak yang mewakili. 

Dilema Idealis Atau Pragmatis

Dibalik harapan kepada legislator muda yang meningkat di hampir setiap parlemen dari pusat sampai di daerah sehingga menjadikan ujian nyata sesungguhnya bagi mereka. Sehingga kondisi ini mampukah politisi muda ini menjadi agen perubahan dengan gaya berpolitik yang baru.

Kehadiran disetiap komisi di legislatif apakah mampu membawa ide ide dan gagasan baru atau hanya mengikuti arus dari para politisi senior dengan model kebiasaan kebiasaan berpolitik yang sudah kaku dan menggenerasi. 

Mereka sebagai antitesis dari kemapaman gaya berpolitik dari senior senior terdahulu yang dianggap benar dan biasa meski melenceng dari norma norma dan tidak menghadirkan perubahan. Namun meski begitu mereka harusnya mereka tetap sebagai wakil rakyat yang menjalani dan fungsi fungsi legislatif sebagai legislator tentunya dari kalangan anak muda.

Keberadaan politisi muda ini pada lembaga legislatif memunculkan dilematis antara peluang dan tantangan dalam demokrasi dalam menjalankan fungsi perwakilan. Pandangan optimis publik terhadap anak muda yang mempunyai semangat ide dan inovasi dalam berbagai hal dan mempunyai sisi pemikiran yang mampu membuat suatu perubahan yang memberi keuntungan kepada rakyat sebagai yang diwakili. 

Pandangan optimis seperti yang selama ini menghegemoni tentu bisa dijawab ketika menjadi wakil rakyat di parlemen oleh para politisi muda dalam menjalankan fungsi perwakilannya. Fungsi representasi ini harus mampu dijawab dan dijalani oleh para politisi muda yang saat ini duduk di parlemen sebagai wakil rakyat. 

Upaya itu harus dijalankan tidak hanya dalam batas koridor formalitas, tetapi secara subtansial sehingga legitimasi mereka sebagai politisi muda di parlemen menepis pesimis terhadap anak muda di lembaga negara. 

Intruksi Garis Komando Partai

Tak ada ada bedanya dengan harus menaruh sikap hormat pada politisi senior di parlemen baik dari sesama fraksi maupun diluar fraksi Selain dihadapkan dengan kemapanan politik yang telah terbentuk di parlemen, Mereka juga dihadapkan pada garis komando partai yang telah mengusungnya sebagai kendaraan politik. 

Setiap fungsi yang dijalankan tidak terlepas dari diskusi dan pertimbangan partai politiknya. Partai tentunya mengingingkan oportunitas pada lembaganya melalui hasil hasil kerja yang dilakukan oleh perwakilan mereka di parlemen. 

Tidak hanya ideologisasi kepada masyarakat tetapi keuntungan materi untuk keberlanjutan organisasi kedepannya. Sulit untuk lepas dari bayang bayang partai yang telah mengusung mereka sebagai legislatif. 

Dilematis akan dihadapi semisal menyusun sebuah undang-undang untuk mengawasi eksekutif. Sebagai contoh menyusun RUU Energi terbarukan yang mendukung program pemerintah sebagai bentuk exlpolitasi alam. 

Partai sendiri merupakan bagian koalisi pemerintah tentunya mendukung segala kebijakan pro pemerintah. Disisi lain idelisme teruji bahwasanya RUU Energi terbarukan ini merupakan berdampak pada kerusakan alam bertahun tahun kedepan. 

Fenomena munculnya politisi muda di parlemen tentunya sebuah keniscayaan yang tidak bisa dihindari dalam ranah demokrasi Indonesia. Harapan baru tentunya bagi demokrasi Indonesia bahwasanya telah hadir generasi penyambung estafet baru sebagai agen perubahan mendobrak ide ide lama dengan gaya berpolitik terbaru. 

Namun mereka harus melewati berbagai tantangan untuk menjawab harapan tersebut sebagai fungsi wakil rakyat dan wakil anak muda di parlemen. 

Dengan tetap mampu menjalankan representasi baik secara demografi dikalangan anak muda sebagai wakilnya diparlemen dan representasi secara subtansial mengisi dan menjalankan fungsi DPR sebagai mana mestinya. Atau terjebak dalam dialeg politik yang sudah terbentuk dan ikut arus yang sudah ada. (*)

***

*) Oleh : Nofriadi Kurnia Putra, S.I.P., Mahasiswa S2 Politik Pemerintahan Fisipol UGM.

*) Tulisan Opini ini sepenuhnya adalah tanggungjawab penulis, tidak menjadi bagian tanggungjawab redaksi timesindonesia.co.id

*) Kopi TIMES atau rubik opini di TIMES Indonesia terbuka untuk umum. Panjang naskah maksimal 4.000 karakter atau sekitar 600 kata. Sertakan riwayat hidup singkat beserta Foto diri dan nomor telepon yang bisa dihubungi.

*) Naskah dikirim ke alamat e-mail: [email protected]

*) Redaksi berhak tidak menayangkan opini yang dikirim.

© Copyright @2025 LIDEA. All Rights Reserved.