TRIBUNNEWS.COM - Pakar Hukum Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU), Yenti Garnasih, menyoroti kedekatan Gubernur Sumatra Utara (Sumut), Bobby Nasution, dengan tersangka Topan Obaja Ginting, Kepala Dinas (Kadis) Pekerjaan Umum Perumahan Rakyat (PUPR) Sumut.
Hal tersebut disampaikannya saat membahas mengenai kasus dugaan korupsi proyek pembangunan jalan di Sumut.
Sebelumnya, Topan diketahui merupakan bawahan Bobby saat menjabat sebagai Wali Kota Medan.
Kemudian, setelah dilantik sebagai Gubernur Sumut, Bobby juga turut memboyong Topan untuk menjabat sebagai Kadis PUPR Sumut.
Atas hal tersebut, Yenti pun memberikan kritik kepada Bobby.
Sebab, kata dia, jabatan yang diberikan Bobby kepada Topan itu hanya berdasarkan kedekatan saja, bukan karena kompetensi.
Menurut Yenti, tindakan yang demikian itu menjadi contoh yang tidak bagus di masyarakat.
"Ini pembelajaran bagi kita ya bahwa disebutkan orang-orang ini, bahkan gubernur mengatakan orang yang dibawa dari balai kota ke gubernuran, bukan hanya ini, ada beberapa. Ini kan ya contoh enggak bagus ya," ungkapnya, dikutip dari YouTube Kompas TV, Selasa (1/7/2026).
"Ternyata menempatkan orang-orang di provinsi itu bukan karena kompetensi, tapi kedekatan," sambung Yenti.
Diketahui, Topan baru menjabat sebagai Kadis PUPR Sumut selama empat bulan, terhitung sejak dilantik pada 24 Februari 2025 lalu.
Sebelumnya, mengenai kedekatan dengan Topan, Bobby tidak merespons banyak.
Dia tidak membenarkan atau menampik terkait hubungannya dengan Topan yang disebut dekat itu.
Saat ditanya mengenai hal ini, Bobby sempat memunculkan raut wajah yang kurang mengenakkan dan diam sebentar saat awak media mempertanyakan kedekatannya dengan Topan.
Pada momen itu, Bobby justru menjelaskan, bukan hanya Topan yang dibawa dari Pemkot ke Pemprov Sumut.
"Ya iyalah banyak yang seperti Pak Sulaiman (Inspektorat Sumut), Pak Sutan (Kepala Badan Kepegawaian Daerah Sumut) yang dibawa dari Medan ke Sumut," tuturnya, Senin (30/6/2026).
Bobby juga menegaskan pihaknya tidak akan memberikan bantuan hukum kepada Topan.
Dia pun memastikan jabatan Kadis PUPR Sumut yang diemban Topan kini dinonaktifkan.
"Pasti dinonaktifkan (Topan dari jabatannya sebagai Kepala Dinas PUPR)," jelas Bobby.
Namun, sampai Senin, Bobby mengaku belum ada pengganti dan pengisi jabatan Kadis PUPR Sumut.
"Enggaklah (tidak akan diberi bantuan hukum kepada Topan). Belum ada (pengisi pengganti jabatan) nanti diinfokan (jika sudah ada pengganti)," ucapnya.
Untuk diketahui, dalam perkara ini, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah menetapkan lima orang sebagai tersangka kasus korupsi pada dua dinas; Dinas PUPR Sumut dan PJN Wilayah I Sumut.
Atas perbuatan tersebut, Topan, Rasuli, dan Heliyanto disangkakan telah melanggar Pasal 12 huruf a atau b, Pasal 11, atau 12B UU Tipikor juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Sementara itu, Akhirun dan Rayhan disangkakan telah melanggar Pasal 5 ayat 1 huruf a atau b atau Pasal 13 UU Tipikor juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Dalam kasus ini, total nilai proyek setidaknya ada sebesar Rp231,8 miliar.
Pelaksana Tugas (Plt) Deputi Penindakan KPK, Asep Guntur Rahayu, mengungkapkan, dalam OTT tersebut, pihaknya berhasil mengamankan uang tunai senilai Rp 231 juta.
Adapun, dalam giat OTT kali ini, KPK mengungkap dua kasus sekaligus.
Kasus pertama terkait dengan proyek-proyek pembangunan jalan di Dinas PUPR Sumut, yaitu:
Kemudian, perkara kedua terkait dengan proyek-proyek pembangunan jalan di Satuan Kerja Pembangunan Jalan Nasional (PJN) Wilayah 1 Sumut, yaitu:
(Rifqah/Ilham/Suci)