Sosok Hasto Kristiyanto Dituntut 7 Tahun Penjara, Sekjen PDI Perjuangan Terdakwa Kasus Harun Masiku
Hefty Suud July 03, 2025 03:30 PM

TRIBUNJATIM.COM - Hasto Kristiyanto dituntut Jaksa penuntut umum (JPU) pada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), tujuh tahun penjara. 

Pasalnya, jaksa menilai Sekretaris Jenderal (Sekjen) Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P) tersebut tidak mengakui perbuatan perintangan penyidikan kasus dugaan suap pergantian antar waktu (PAW) anggota DPR RI perkara Harun Masiku.

"Terdakwa tidak mengakui perbuatannya," kata jaksa KPK Wawan Yunarwanto dalam sidang di Pengadilan Tipikor Jakarta, Kamis (3/7/2025).  

Tak hanya itu, jaksa menilai tindakan Hasto tersebut tidak mendukung program pemerintah dalam pemberantasan tindak pidana korupsi.

Sementara, terhadap hal yang meringankan tuntutan, jaksa bilang, Hasto Kristiyanto belum pernah dihukum. 

“Terdakwa bersikap sopan dalam persidangan dan mempunyai tanggungan keluarga,” ucapnya. 

Selain pidana badan, jaksa juga menuntut Hasto dihukum membayar denda Rp 650 juta subsidair enam bulan kurungan. 

Menurut jaksa, berdasarkan fakta persidangan, perbuatan Hasto telah memenuhi seluruh unsur Pasal 21 Undang-Undang (UU) Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 65 Ayat (1) dan Pasal 55 Ayat (1) Ke-1 jo Pasal 64 Ayat (1) KUHP.

Lantas siapa sosok Hasto Kristiyanto? 

Sosok dan biodata Hasto Kristiyanto

Ir. Hasto Kristiyanto, MM memegang jabatan sebagai Sekertaris Jenderal (Sekjen) di DPP PDIP pada periode 2019-2024.

Hasto Kristiyanto lahir pada 7 Juli 1966, di Kota Yogyakarta.

Mengutip dari pdiperjuangan.id, pria berusia 56 tahun ini masih aktif di dunia perpolitikan Indonesia.

Dia sudah tertarik dengan dunia politik sejak duduk di bangku SMA.

Sejak remaja ia juga senang sekali membaca buku-buku politik.

Hasto merupakan alumni dari Fakultas Teknik Universitas Gadjah Mada pada tahun 1991.

Di bangku perkuliahan dia juga telah mengikuti berbagai organisasi.

Dia kemudian memutuskan untuk terjun ke dunia politik dan menjadi anggota dari partai politik Perjuangan Demokrasi Indonesia Perjuangan.

Hasto kemudian terpilih menjadi anggota DPR RI untuk periode 2004-2009 dari daerah pemilihan Ngawi, Magetan, Ponorogo, Pacitan, dan Trenggalek, Jawa Timur (yang sebagian merupakan eks Karesidenan Madiun.

Semasa kekosongan sebagai anggota DPR, ia menjadi pengajar dan motivator di internal partai.

Kini dia menggantikan posisi Tjahjo Kumolo, sebagai Menterai Dalam Negeri.

Sebelumnya Hasto menjabat sebagai Wakil Sekretaris Jenderal PDIP.

Dulu ia juga merangkap sebagai deputi Tim Transisi menjelang pelantikan Joko Widodo sebagai Presiden ke-7 Republik lndonesia, 20 Oktober 2014.

Hasto juga pernah menjadi anggota DPR RI pada periode 2004-2009.

Hasto menjadi perwakilan dari fraksi PDIP saat itu.

Dia menduduki posisi sebagai Komisi VI yang menangani permasalahan perdagangan, perindustrian, investasi dan koperasi.

Sekretaris Jenderal (Sekjen) DPP PDI Perjuangan Hasto Kristiyanto saat ditemui di Surabaya, Minggu (19/3/2023).
Sekretaris Jenderal (Sekjen) DPP PDI Perjuangan Hasto Kristiyanto saat ditemui di Surabaya, Minggu (19/3/2023). (TribunJatim.com/ Yusron Naufal Putra)

Riwayat Pendidikan

SD Gentan Yogya (1972-1979)

SMP Negeri Gentan Yogya (1979-1982)

SMA Kolese De Britto Yogyakarta (1982-1985)

Fakultas Teknik UGM Yogyakarta (1985-1991)

Prasetya Mulya Business School, Jakarta, (1997-2000)

Rekam Jejak Karier

Project Manager Departemen Marketing PT Rekayasa lndustri (1992—2002)

Project Director PT Prada Nusa Perkasa (2003-sekarang)

Jalannya sidang pembacaan tuntutan Hasto Kristiyanto 

Sekjen PDI Perjuangan Hasto Kristiyanto menjalani sidang pembacaan tuntutan dalam perkara dugaan suap Harun Masiku dan perintangan penyidikan di Pengadilan Tipikor Jakarta pada hari ini, Kamis (3/7/2025).

Hasto tampak mengenakan pakaian stelan jas hitam duduk di kursi terdakwa di tengah ruang persidangan.

Persidangan dimulai dengan pembacaan tuntutan yang dibacakan oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) KPK setebal 1.300 halaman.

Pantauan Tribunnews.com, Hasto tampak serius menyimak JPU KPK yang membacakan surat tuntutan terhadap dirinya.

Sesekali dia terlihat mencopot dan mengusap kaca mata yang dikenakannya.

Hasto juga beberapa kali melihat ke atas plafon ruang sidang.

Meski begitu, politisi asal Yogyakarta ini tetap memperhatikan dan menyimak JPU KPK yang tengah membacakan tuntutan.
Eskpresi Hasto juga terlihat mengusap-usap dagu serta mulutnya beberapa kali.

Lalu kembali memperhatikan JPU KPK.

Sejurus kemudian Hasto juga terlihat menopang dagunya dengan tangan kiri sambil melihat ke arah para hakim di ruang sidang.

Sekjen PDIP ini terlihat mengusap-usap matanya dengan tangan kanannnya.

Lalu kemudian terlihat tertunduk dan  kembali menegakkan kepalanya.

Hasto juga beberapa kali membenahi posisi duduknya selama pembacaan tuntutan berlangsung.

Hal itu dilakukan Hasto berulang kali selama pembacaan tuntutan. 

Didampingi Istri

Terdakwa kasus dugaan suap pergantian antarwaktu (PAW) untuk anggota DPR Harun Masiku dan perintangan penyidikan, Hasto Kristiyanto (kanan) bersiap menjalani sidang di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Kamis (3/7/2025). Sidang itu beragendakan pembacaan tuntutan oleh tim jaksa penuntut umum terhadap Hasto yang merupakan Sekjen PDI Perjuangan itu.
Terdakwa kasus dugaan suap pergantian antarwaktu (PAW) untuk anggota DPR Harun Masiku dan perintangan penyidikan, Hasto Kristiyanto (kanan) bersiap menjalani sidang di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Kamis (3/7/2025). Sidang itu beragendakan pembacaan tuntutan oleh tim jaksa penuntut umum terhadap Hasto yang merupakan Sekjen PDI Perjuangan itu. (ANTARA FOTO / BAYU PRATAMA S)

Dalam persidangan kali ini, Hasto  didampingi oleh sang istri Maria Ekowati serta keluarga besar. 

Sejumlah elite PDI Perjuangan juga terlihat hadir diruang sidang.

Mereka diantaranya Ganjar Pranowo, Andreas Hugo, Ribka Tjiptaning, Panda Nababan, Anggota DPR RI fraksi PDIP periode 2019–2024 Komjen Pol (Purn) Muhammad Nurdin, dan Guntur Romli.

Dalam kasus tersebut, Hasto didakwa bersama-sama dengan orang kepercayaanya yakni Donny Tri Istiqomah, Saeful Bahri dan Harun Masiku memberikan uang sejumlah 57.350 ribu Dollar Singapura (SGD) kepada mantan anggota Komisi Pemilihan Umum (KPU) Wahyu Setiawan. 

Uang tersebut diberikan kepada Wahyu agar KPU bisa mengupayakan menyetujui pergantian calon anggota legislatif terpilih dari daerah pemilihan Sumatera Selatan 1 atas nama Riezky Aprilia kepada Harun Masiku. 

"Yang bertentangan dengan kewajiban Wahyu Setiawan selaku anggota KPU RI yang termasuk penyelenggara negara sebagaimana diatur dalam Pasal 5 angka 4 dan angka 6 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme," ucap Jaksa. 

Jaksa mengatakan, peristiwa itu bermula pada 22 Juni 2019 dilaksanakan rapat pleno DPP PDIP untuk membahas perolehan suara Nazarudin Kiemas calon anggota legislatif dapil Sumatera Selatan 1 yang telah meninggal dunia. 

Adapun dalam pemilu 2019, Nazarudin dinyatakan memperoleh 34.276 suara, disusul Riezky Aprilia 44.402 suara, Darmadi Djufri 26.103 suara, Doddy Julianto Siahaan 19.776 suara, Diana Oktasari 13.310 suara. 

Kemudian di urutan kelima ada Harun Masiku dengan perolehan suara 5.878 suara, Suharti 5.669 suara dan Irwan Tongari 4.240 suara. 

Lalu berdasarkan hasil rapat pleno tersebut, Hasto selaku Sekjen memerintahkan Tim Hukum PDIP, Donny Tri Istiqomah menjadi pengacara partai untuk menggugat materi Pasal 54 ayat (5) huruf k tentang peraturan KPU nomor 3 tahun 2019 ke Mahkamah Agung (MA). 

Setelah itu Hasto memanggil Donny dan Saeful Bahri ke rumah aspirasi di Jakarta Pusat untuk memberi perintah agar membantu Harun Masiku untuk menjadi anggota DPR RI. 

"Dan melaporkan setiap perkembangan, baik mengenai komitmen penyerahan uang dan segala hal terkait pengurusan Harun Masiku kepada Terdakwa," ujar Jaksa. 

Setelah itu selang satu bulan yakni Juli 2019, DPP PDIP kembali menggelar rapat pleno dengan keputusan menetapkan Harun Masiku sebagai caleg mengganti posisi Nazarudin Kiemas. 

Atas keputusan itu Hasto pun memberitahu kepada Donny Tri untuk mengajukan surat permohonan kepada KPU. 

Kemudian DPP PDIP bersurat kepada KPU yang pada pokoknya meminta agar perolehan suara Nazarudin Kiemas dialihkan kepada Harun Masiku. 

"Menindaklanjuti surat dari DPP PDIP tersebut yang pada pokoknya KPU RI tidak dapat memenuhi permohonan DPP PDI-P karena tidak sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku," sebutnya. 

Setelah tidak bisa memenuhi permintaan DPP PDIP, KPU pun menetapkan Riezky Aprilia sebagai calon anggota DPR RI terpilih berdasarkan rapat pleno terbuka pada 31 Agustus 2019. 

Akan tetapi operasi pengajuan Hasto sebagai anggota DPR masih berlanjut. 

Dimana Hasto meminta fatwa dari MA hingga menyuap Wahyu Setiawan sebesar 57.350 SGD atau setara Rp 600 juta. 

Atas perbuatan tersebut, Hasto didakwa dengan Pasal 5 Ayat (1) huruf a Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo. Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP Jo. Pasal 64 Ayat (1) KUHP.

© Copyright @2025 LIDEA. All Rights Reserved.