Jakarta (ANTARA) - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengusut pergeseran anggaran proyek pembangunan jalan di Sumatera Utara saat memeriksa mantan Penjabat Sekretaris Daerah Provinsi Sumatera Utara Muhammad Armand Effendy Pohan (MAEP) sebagai saksi kasus dugaan korupsi terkait hal tersebut.
“Saksi didalami terkait dengan pergeseran anggaran dari dua proyek di Dinas PUPR (Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang) Sumut,” ujar Juru Bicara KPK Budi Prasetyo di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Selasa (22/7) malam.
Budi menjelaskan penyidik KPK mendapatkan fakta bahwa dua proyek di Dinas PUPR Sumut sebelumnya belum masuk perencanaan anggaran, sehingga memeriksa Effendy Pohan sebagai saksi kasus dugaan korupsi dalam proyek pembangunan jalan di Sumut.
“Kemudian proyek itu muncul, ada, dan itu bagaimana prosesnya kami dalami,” ujarnya.
Walaupun demikian, Budi belum memberitahukan lebih lanjut mengenai dua proyek tersebut.
Sementara itu, terdapat empat proyek pembangunan jalan di klaster Dinas PUPR Sumut yang menjadi bagian perkara, yakni preservasi Jalan Simpang Kota Pinang-Gunung Tua-Simpang Pal XI tahun 2023 dengan nilai proyek Rp56,5 miliar, preservasi Jalan Simpang Kota Pinang-Gunung Tua-Simpang Pal XI tahun 2024 bernilai Rp17,5 miliar, rehabilitasi Jalan Simpang Kota Pinang-Gunung Tua-Simpang Pal XI dan penanganan longsor tahun 2025, serta preservasi Jalan Simpang Kota Pinang-Gunung Tua-Simpang Pal XI tahun 2025.
Sebelumnya, pada 26 Juni 2025, KPK melakukan operasi tangkap tangan (OTT) terkait kasus dugaan korupsi pada proyek pembangunan jalan di Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang Provinsi Sumut, dan Satuan Kerja Pelaksanaan Jalan Nasional Wilayah I Sumut.
Selanjutnya, pada 28 Juni 2025, KPK menetapkan lima orang sebagai tersangka dalam kasus yang terbagi menjadi dua klaster tersebut, yakni Kepala Dinas PUPR Sumut Topan Obaja Putra Ginting (TOP), Kepala Unit Pelaksana Teknis Daerah Gunung Tua Dinas PUPR Sumut merangkap pejabat pembuat komitmen Rasuli Efendi Siregar (RES), PPK di Satker PJN Wilayah I Sumut Heliyanto (HEL), Dirut PT Dalihan Natolu Group M. Akhirun Efendi (KIR), dan Direktur PT Rona Na Mora M. Rayhan Dulasmi Piliang (RAY).
Klaster pertama berkaitan dengan empat proyek pembangunan jalan di lingkungan Dinas PUPR Sumut, sedangkan klaster kedua terkait dua proyek di Satker PJN Wilayah I Sumut. Total nilai enam proyek di dua klaster tersebut sekitar Rp231,8 miliar.
Untuk peran para tersangka, KPK menduga M. Akhirun Efendi dan M. Rayhan Dulasmi Piliang sebagai pemberi dana suap. Sementara penerima dana di klaster pertama adalah Topan Obaja Putra Ginting dan Rasuli Efendi Siregar, sedangkan di klaster kedua adalah Heliyanto.