Kuala Lumpur (ANTARA) - Sekretaris Jenderal Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah (Kemendikdasmen) mengeluarkan Surat Edaran (SE) Nomor 13 Tahun 2025 Tentang Penerapan Nilai Karakter Positif Peserta Didik Sebagai Warga Negara Yang Demokratis Dan Bertanggung Jawab Dalam Penyampaian Pendapat.

Dalam SE yang ditujukan kepada Kepala Dinas Pendidikan Provinsi dan Kepala Dinas Pendidikan Kabupaten/Kota, di seluruh Indonesia disebutkan bahwa sejalan dengan tujuan pendidikan nasional sebagaimana tercantum dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, maka pembinaan partisipasi anak dalam menyampaikan pendapat harus diarahkan melalui jalur pendidikan, dialog, dan ruang-ruang pembelajaran yang aman, sehingga hak anak untuk berpendapat tetap terjamin tanpa mengorbankan aspek keamanan dan keselamatan dirinya.

Dalam SE tersebut juga disebutkan bahwa pelindungan terhadap peserta didik adalah tanggung jawab bersama antara pemerintah pusat, pemerintah daerah, satuan pendidikan, pendidik, dan tenaga kependidikan, serta orang tua/wali.

Setiap pihak wajib benar-benar memastikan keselamatan, keamanan, dan pemenuhan hak anak dalam setiap kondisi, termasuk mencegah keterlibatan mereka dalam kegiatan yang berisiko terhadap keamanan dan keselamatan.

Selanjutnya terdapat imbauan kepada para pendidik pada satuan pendidikan dalam proses pembelajaran agar membimbing peserta didik menyampaikan pendapat dengan menanamkan nilai-nilai positif, seperti sikap ramah, santun, menghargai perbedaan, dan mengedepankan etika dalam berkomunikasi, sehingga tumbuh budaya dialog yang sehat.

Secara umum, SE ini merupakan langkah maju dalam menegaskan bahwa sekolah bukan hanya ruang belajar, tetapi juga benteng demokrasi yang sehat.

Menariknya, ada satu hal yang luput dari perhatian yaitu ketiadaan penyebutan penerapan nilai-nilai karakter Pancasila. Yang ada hanya penyebutan penerapan nilai karakter positif secara umum.

Padahal, sejak awal berdirinya republik, Pancasila diletakkan sebagai fondasi moral dan ideologis bagi seluruh praktik kehidupan berbangsa, termasuk pendidikan.

Kita juga tahu, Pancasila bukan sekadar dokumen historis, melainkan arah etika dan politik yang menuntun perilaku warga negara. Dalam konteks pendidikan, nilai karakter Pancasila mestinya hadir sebagai kompas karakter.

Hak anak untuk menyuarakan pendapat perlu diimbangi dengan kesadaran untuk melakukannya secara bertanggung jawab, menjunjung musyawarah, menghormati kemanusiaan, serta menjaga persatuan sesuai nilai-nilai karakter Pancasila.

Pemahaman akan nilai-nilai karakter Pancasila dalam demokrasi penting diketahui semua pihak yang terlibat dalam pendidikan, baik pemerintah pusat, pemerintah daerah, satuan pendidikan, pendidik, dan tenaga kependidikan, serta orang tua/wali.

Pemahaman diperlukan agar mereka antara lain dapat menjunjung tinggi hak asasi manusia, mengutamakan kepentingan bersama melalui gotong royong, serta mewujudkan kepribadian bangsa yang kuat, berintegritas, dan memiliki identitas nasional yang jelas.

Tanpa menyentuh nilai-nilai karakter Pancasila, SE ini terasa setengah jalan dan Pancasila tidak menjadi roh yang hidup dalam setiap pelaksanaan praktik kehidupan berdemokrsasi di dunia pendidikan.

Semua orang harus memahami bahwa demokrasi yang kita bangun bukan demokrasi bebas sebebas-bebasnya, melainkan demokrasi yang berlandaskan moral, gotong royong, dan rasa kemanusiaan yang adil dan beradab.

Semua itu hanya bisa dijaga jika pendidikan karakter Pancasila ditanamkan secara konsisten, sejak anak mengenal arti perbedaan pendapat di bangku sekolah.

Dalam kaitan ini, kerangka hukum nasional sebenarnya juga telah memberi landasan, salah satunya Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1998 tentang Kemerdekaan Menyampaikan Pendapat di Muka Umum.

UU ini menjamin hak asasi manusia untuk menyampaikan pendapat secara bebas namun bertanggung jawab, dengan mengatur prosedur, hak, kewajiban, hingga pembatasan dalam pelaksanaannya.

Dengan rujukan itu, partisipasi anak didik mestinya juga dibingkai dalam koridor kebebasan yang tertib dan berkeadaban.

Selanjutnya, dalam Peraturan Pemerintah RI Nomor 4 Tahun 2022 Tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 57 Tahun 2021 Tentang Standar Nasional Pendidikan, dalam pertimbangannya disebutkan bahwa dalam rangka pengamalan nilai-nilai Pancasila dalam kehidupan berbangsa dan bernegara perlu menegaskan Pancasila sebagai muatan wajib dalam kurikulum setiap jenjang pendidikan.

Bahkan sebagai tindak lanjut PP 4 tahun 2022, Pemerintah melalui Kemendikbudristek (kini Kemendikdasmen) dan Badan Pembinaan Ideologi Pancasila telah menyusun Buku Teks Utama Pendidikan Pancasila untuk pendidikan dasar dan menengah yang telah disebarluaskan ke seluruh satuan pendidikan.

Sehingga tidak ada alasan untuk tidak menyebarluaskan pendidikan dan pemahaman nilai-nilai karakter Pancasila di satuan pendidikan dasar dan menengah, termasuk menyebutkannya dalam SE.

Berdasarkan hal-hal tersebut di atas, sudah sepatutnya apabila SE Sekjen Kemendikdasmen Nomor 13 Tahun 2025 dapat direvisi dengan memasukkan nilai-nilai karakter Pancasila secara eksplisit dalam upaya menjadikan WNI yang demokratis dan bertanggung jawab dalam penyampaian pendapat.

Revisi SE perlu dilakukan agar kebebasan berpendapat di sekolah tidak hanya dilihat sebagai pemenuhan hak, tetapi juga sebagai bagian dari pendidikan karakter kebangsaan.

Di tengah derasnya arus globalisasi dan guncangan disrupsi digital, pendidikan juga harus mengarahkan, membimbing, dan meneguhkan identitas.

Peserta didik bukan hanya warga dunia, tetapi juga generasi penerus bangsa Indonesia yang harus dapat tumbuh bersama menjaga sikap saling menghormati, semangat persatuan, dan tanggung jawab moral sebagai WNI.

Di sinilah semua pihak yang terlibat dalam pendidikan memiliki peran penting dalam menjadikan ruang partisipasi anak sebagai latihan demokrasi yang berkarakter Pancasila.

Mengajarkan anak bahwa berpendapat bukan hanya soal berbicara bebas, melainkan juga soal menghargai orang lain, menjaga keadilan, dan menjunjung persatuan.

Untuk itu revisi bisa dilakukan mulai dari judul SE itu sendiri. Kata-kata “penerapan nilai karakter positif peserta didik” bisa diganti menjadi “penerapan nilai karakter Pancasila peserta didik”. Kemudian, revisi dapat dilakukan ke bagian imbauan yang terdapat dalam SE, khususnya butir c.

Memperhatikan bahwa ruang lingkup dan tanggung jawab pembinaan satuan pendidikan yang dilakukan Kemendikdasmen juga mencakup satuan pendidikan Indonesia di luar negeri yaitu Sekolah Indonesia di Luar Negeri (SILN) yang terdapat di beberapa negara seperti di Malaysia, Thailand, Myanmar, Arab Saudi, Mesir ataupun Belanda, maka kiranya SE Nomor 13 Tahun 2025 tersebut juga dapat ditujukan kepada SILN.

Dengan merevisi SE melalui pencantuman nilai-nilai karakter Pancasila, selain hak anak untuk berpendapat benar-benar terlindungi, tumbuh sebagai generasi yang cerdas, berani bersuara, semua pihak yang terlibat dalam pendidikan, termasuk orang tua, dapat belajar bersama dan memahami nilai-nilai karakter Pancasila yang berakar pada jati diri bangsa Indonesia.

Dengan mencantumkan nilai karakter Pancasila, diharapkan dapat diperoleh manfaat ganda yaitu terbentuknya WNI yang demokratis dan bertanggung jawab dalam menyampaikan pendapat serta generasi yang kokoh secara ideologis.

Sebab pada akhirnya, masa depan bangsa bukan hanya ditentukan oleh seberapa lantang anak-anak kita bersuara, tetapi juga seberapa dalam mereka berakar pada nilai-nilai Pancasila.

*) Aris Heru Utomo adalah Direktur Pengkajian Materi Pancasila BPIP (2021-2024)