Grid.ID- Hubungan jarak jauh dalam pernikahan kerap dianggap sebagai ujian cinta dan kesetiaan. Namun, di sisi lain, banyak ahli hubungan berpendapat bahwa jarak fisik dan emosional yang terlalu lama justru bisa menimbulkan kerusakan yang sulit diperbaiki.
Ketika suami dan istri mulai terbiasa tidak berinteraksi secara fisik, verbal, maupun emosional setiap hari, kebiasaan tersebut dapat membuat kedekatan menjadi hal yang terasa asing. Dalam pernikahan, kehilangan koneksi semacam ini bisa berujung pada rasa canggung saat kembali mencoba dekat satu sama lain.
Sama seperti tubuh yang lama diabaikan, hubungan yang dibiarkan tanpa perawatan emosional juga akan mengalami penurunan keintiman yang signifikan. Oleh karena itu, membangun kembali keakraban dalam pernikahan yang sudah lama renggang bukanlah hal mudah.
Ketika seseorang terbiasa hidup terpisah secara emosional atau fisik dari pasangannya dalam waktu lama, upaya untuk kembali dekat bisa terasa sangat menantang. Analogi yang tepat adalah seperti berusaha menurunkan berat badan setelah bertahun-tahun mengabaikan kesehatan tubuh.
Sama halnya dengan menjaga berat badan, mempertahankan hubungan yang sehat dalam pernikahan lebih mudah dibanding memperbaikinya setelah rusak. Dalam konteks ini, menjaga kedekatan emosional dan fisik setiap hari merupakan investasi yang jauh lebih mudah dibanding berjuang untuk mengembalikannya saat sudah hilang.
Penting bagi pasangan untuk menyadari bahwa kedekatan tidak akan terbentuk secara instan. Mengutip Marriage.com, Senin (27/10/2025), jika jarak emosional sudah terjadi, tanda-tandanya biasanya mulai tampak seperti tinggal serumah namun merasa seperti hidup sendiri, merasa kesepian meskipun ada pasangan, atau bahkan takut meminta keintiman dari orang yang seharusnya menjadi tempat paling nyaman.
Ketika kondisi ini muncul, pintu menuju perselingkuhan atau perceraian pun terbuka lebar. Dalam tahap ini, pernikahan menjadi rapuh karena kehilangan unsur dasar yaitu keintiman dan komunikasi yang tulus.
Sebagian pasangan mungkin merasa telah “terhubung” hanya karena berbicara tentang hal-hal rutin seperti pekerjaan, anak, atau urusan rumah tangga. Namun, kenyataannya, interaksi seperti itu tidak cukup untuk mempertahankan koneksi emosional.
Dalam pernikahan yang sudah terbiasa dengan jarak, pasangan cenderung memprioritaskan pekerjaan atau aktivitas pribadi, memberi salam dingin sekadar formalitas, lalu kembali sibuk di sudut masing-masing ketika malam tiba. Aktivitas bersama seperti berkencan pun jarang dilakukan kecuali dalam acara sosial atau undangan dari pihak lain.
Fenomena ini seringkali memunculkan rasa iri terhadap pasangan lain yang tampak lebih dekat dan romantis. Padahal, di balik rasa iri itu, tersimpan kerinduan akan hubungan yang hangat seperti dulu.
Bagi pasangan yang sudah kehilangan koneksi emosional, bantuan konselor bisa menjadi solusi untuk memulai kembali proses penyembuhan. Terapi pasangan membantu menemukan akar masalah sekaligus cara-cara kecil untuk kembali membangun keintiman yang hilang.
Langkah kecil sering kali menjadi awal besar dalam memperbaiki pernikahan. Misalnya, menghubungi pasangan bukan hanya untuk membahas kewajiban, tetapi untuk berbagi perasaan seperti mengirim pesan singkat penuh perhatian di sela jam kerja atau sekadar mengucapkan “aku mencintaimu” secara rutin.
Sentuhan ringan seperti pijatan di bahu, berpegangan tangan, atau tidur saling berpelukan dapat membantu mengembalikan rasa aman dan dekat. Menjadikan pasangan sebagai prioritas, memberikan hadiah kecil tanpa alasan, hingga meluangkan waktu bersama seperti makan malam atau berjalan santai juga bisa memperkuat kembali hubungan.
Pada akhirnya, kunci mempertahankan pernikahan adalah menjaga koneksi sebelum jarak menjadi kebiasaan. Reconnect sebelum terlambat.
Itulah pesan utama dari hubungan yang sehat. Karena begitu jarak fisik dan emosional dibiarkan menumpuk, kedekatan yang dulu terasa alami bisa berubah menjadi sesuatu yang sulit dijangkau kembali.