Jakarta (ANTARA) - Kenaikan harga daging ayam yang terjadi sejak dua bulan terakhir membuat para pedagang di Pasar Ciracas, Kecamatan Ciracas, Jakarta Timur, kesulitan membayar sewa lapak mereka.
"Harga yang semula berkisar Rp50 ribu per kilogram kini menembus Rp60 ribu. Dampaknya, pembeli mulai enggan membeli, bahkan sebagian pedagang memilih menutup lapaknya karena sepi transaksi," kata salah satu pedagang daging ayam di Pasar Ciracas bernama Meli (36) di Jakarta, Selasa.
Meli yang sudah bertahun-tahun berjualan di Pasar Ciracas itu mengaku harus memutar otak agar usahanya tetap bertahan di tengah turunnya daya beli masyarakat.
Salah satu cara yang dia lakukan, yaitu dengan mengurangi jumlah belanja harian sehingga tidak banyak stok yang tersisa.
"Belanjanya jadi tidak usah banyak-banyak. Biasanya belanjanya seberapa, sekarang dikurangin gitu, jadi biar meminimalisir barang yang sisa," ujar Meli.
Pedagang daging ayam lainnya, yakni Sari (38) yang tampak sibuk menata potongan daging ayam di meja jualannya itu mengaku sebelum harga daging ayam naik, ia mampu menjual 50 sampai 60 kilogram daging ayam per hari.
Saat ini, kata dia, angka itu turun menjadi hanya 30 hingga 40 kilogram. Meski begitu, Sari masih bersyukur karena memiliki pelanggan tetap, salah satunya rumah makan di sekitar pasar yang membantu perputaran barang dagangannya.
"Untungnya kita masih punya langganan, kayak rumah makan gitu, jadi masih bisa muter. Kalau sisa, ya, saya taruh lagi, besok dijual lagi," ucap Sari.
Di sisi lain, dia menyebutkan kenaikan harga daging ayam tidak stabil. Harga sempat turun sekitar Rp2.000 sampai Rp3.000 per kilogram, namun penurunan itu hanya bertahan sebentar.
Tak lama kemudian, harga kembali melonjak lebih dari Rp5.000 sehingga membuat pembeli berpikir ulang sebelum membeli daging ayam.
"Sempat turun sedikit, tapi enggak lama. Tiba-tiba naik lagi, malah lebih tinggi. Ya, bingung juga jadinya," ungkap Sari.
Kondisi itu membuat banyak pedagang kecil di Pasar Ciracas menyerah. Beberapa di antara mereka bahkan memilih berhenti berjualan atau pindah ke lokasi lain yang dianggap lebih ramai.
Ada juga yang berubah menjual barang lain karena keuntungan dari daging ayam tak lagi sebanding dengan biaya operasional dan sewa lapak di pasar.
"Sekarang pedagang ayam juga sudah banyak. Di luar pasar juga ada kios yang jualan, jadi persaingannya makin berat," tutur Sari.
Selain berdampak pada pedagang daging ayam, kenaikan harga juga memukul pelaku usaha kuliner yang menggunakan ayam sebagai bahan utama.
Menurut Sari, beberapa pelanggan rumah makan bahkan mengurangi pesanan, sementara sebagian lainnya memilih tutup sementara hingga harga kembali normal.
Dia pun berharap pemerintah dapat segera mengambil langkah konkret untuk menstabilkan harga. Para pedagang juga meminta adanya pengawasan terhadap distribusi dan pasokan ayam agar tidak terjadi permainan harga di tingkat pengepul.
"Kalau bisa, ya, harga stabil. Kasihan pedagang kecil, kalau harga naik terus, pembeli juga kabur. Kita mau jual murah tidak bisa, mau naik takut tidak laku," imbuh Sari.







