Negara-negara berkembang memiliki potensi besar sekaligus menjadi kunci masa depan industri vaksin global
Jakarta (ANTARA) - Menteri Kesehatan RI Budi Gunadi Sadikin menegaskan pentingnya kolaborasi global untuk memperkuat ketahanan kesehatan dunia, khususnya dalam memastikan akses vaksin yang adil bagi seluruh negara.
Hal ini disampaikan secara virtual dalam pembukaan 26th Developing Countries Vaccine Manufacturers Network (DCVMN) Annual General Meeting (AGM) yang digelar di Bali, Rabu (29/10).
"Kami terus memperkuat kolaborasi dengan mitra regional dan global, seperti Coalition for Epidemic Preparedness Innovations (CEPI), Gates Foundation, Organization of Islamic Cooperation, dan ASEAN Vaccine Security and Self-Reliance untuk memperluas produksi lokal dan memajukan inovasi," katanya melalui keterangan Bio Farma di Jakarta, Kamis.
Menurut Budi, pandemi COVID-19 menjadi pelajaran penting bahwa kesehatan global dan perekonomian global saling berkaitan erat.
Dikatakan Budi, keterlambatan distribusi vaksin pada awal pandemi menunjukkan betapa pentingnya memperkuat produksi lokal dan kerja sama lintas negara agar tidak ada wilayah yang tertinggal.
Ia menilai, negara-negara berkembang memiliki potensi besar sekaligus menjadi kunci masa depan industri vaksin global.
Dengan memperkuat manufaktur di kawasan ini, kata Budi, produsen tidak hanya menciptakan kedekatan dengan pasar, tetapi juga memperkuat rantai pasokan dan menciptakan nilai jangka panjang yang berkelanjutan.
“Berkat dedikasi para anggotanya, DCVMN mendefinisikan ulang seperti apa manufaktur vaksin global dengan memperluas kapasitas, mengadopsi teknologi baru, dan menjalin kemitraan,” katanya menegaskan.
Dalam forum yang sama, CEO African Pharmaceutical Technology Foundation (APTF), Profesor Padmashree Gehl Sampath, menyoroti tantangan terbesar yang masih dihadapi negara-negara Afrika saat kesulitan dalam akses dan pembiayaan produksi vaksin.
Menurutnya, banyak negara di Afrika masih menghadapi kendala pendanaan, baik untuk riset, pengadaan bahan baku, maupun pengembangan fasilitas manufaktur vaksin.
Untuk itu, dibutuhkan dukungan dari berbagai pihak, termasuk pemerintah negara-negara anggota DCVMN, agar kapasitas vaksin di kawasan Afrika dapat tumbuh secara mandiri.
“Saya ingin melihat cara-cara baru dalam pembiayaan, pengadaan vaksin, pembuatan vaksin, untuk menjembatani kesenjangan ini dan memastikan bahwa kita benar-benar memiliki kepastian pasar bagi anggota DCVMN kita dan secara luas di sektor ini,” kata Padmashree.
Selanjutnya, ia menyampaikan bahwa APTF saat ini telah berada dalam tahap operasionalisasi dan berharap penyelenggaraan DCVMN selanjutnya, pihaknya dapat sepenuhnya beroperasi dan berpartisipasi aktif dalam upaya membangun kapasitas di kawasan Afrika.
Melalui pertemuan tahunan DCVMN ke-26, para pemangku kepentingan sepakat ketahanan kesehatan global hanya bisa tercapai jika seluruh negara, terutama yang berkembang, memiliki kemampuan dan kemandirian dalam produksi vaksin.
Dengan peran aktif Bio Farma sebagai salah satu anggota kunci dan keterlibatan berbagai mitra internasional, Indonesia berharap jejaring DCVMN dapat menjadi motor penggerak kolaborasi nyata, bukan hanya antarindustri, tetapi juga antarnegara, untuk memastikan tidak ada bangsa yang tertinggal dalam perlindungan kesehatan global.







