Refleksi Sumpah Pemuda: Menyatukan Semangat, Meneguhkan Identitas Bangsa
Syamsul Nurip Hidayat October 30, 2025 01:00 PM
Setiap tanggal 28 Oktober, bangsa Indonesia memperingati hari bersejarah yang melahirkan kesadaran kebangsaan: Sumpah Pemuda. Ia bukan sekadar peristiwa seremonial, tetapi tonggak penting lahirnya semangat persatuan yang menembus batas suku, bahasa, dan daerah. Di tengah keterpecahan zaman itu, para pemuda Indonesia berani bersumpah: satu tanah air, satu bangsa, satu bahasa Indonesia. Sebuah janji yang sederhana dalam kata, namun amat besar dalam makna.
Sumpah Pemuda lahir dari kesadaran bahwa perjuangan tidak akan pernah kuat jika berjalan sendiri-sendiri. Para pemuda menyadari bahwa perbedaan bukan untuk dipertentangkan, melainkan disatukan dalam tujuan bersama: kemerdekaan dan kemanusiaan. Refleksi dari peristiwa itu bukan hanya mengenang sejarah, tetapi juga menilai kembali, apakah semangat persatuan itu masih hidup dalam diri kita hari ini.
Kini, hampir satu abad setelah Sumpah Pemuda dikumandangkan, kita hidup dalam era yang berbeda yakni era digital, era keterbukaan, dan juga era perpecahan baru: bukan karena penjajah, melainkan karena ego dan kepentingan diri. Media sosial yang seharusnya menyatukan, justru sering menjadi arena perpecahan. Perbedaan pandangan politik, agama, dan budaya kadang membuat kita lupa bahwa kita pernah bersumpah untuk menjadi satu.
Di sinilah pentingnya refleksi: Sumpah Pemuda bukan hanya sejarah, melainkan cermin bagi kita untuk melihat sejauh mana nilai-nilai itu masih berakar dalam kehidupan bangsa. Apakah kita masih memiliki semangat untuk bersatu dalam keberagaman? Apakah kita masih menjaga bahasa persatuan kita sebagai alat pemersatu, bukan pemecah? Dan apakah kita masih memandang sesama warga bangsa dengan rasa hormat, bukan curiga?
Pemuda masa kini tidak lagi memanggul senjata, tetapi memanggul tanggung jawab moral dan intelektual. Tugas mereka bukan hanya mengingat, tetapi melanjutkan. Semangat Sumpah Pemuda menuntut kita untuk berpikir terbuka, bekerja sama lintas batas, dan menjaga nilai-nilai keindonesiaan di tengah arus global yang deras. Menjadi pemuda hari ini berarti berani bersuara untuk kebenaran, berbuat untuk kemajuan, dan berempati terhadap sesama.
Sumpah Pemuda juga mengingatkan kita bahwa persatuan tidak berarti menyeragamkan. Indonesia tumbuh dalam keberagaman, dan di situlah kekuatannya. Bahasa, budaya, dan keyakinan yang berbeda adalah warna yang memperindah mozaik bangsa. Refleksi ini seharusnya menuntun kita untuk menghargai perbedaan, bukan menakutinya; untuk bersatu dalam tujuan, bukan dalam kesamaan.
Di tengah tantangan zaman mulai dari krisis moral, sosial, hingga tantangan global dengan semangat Sumpah Pemuda mengajarkan bahwa bangsa ini hanya akan kuat jika anak mudanya berpikir jernih, berjiwa besar, dan berani bertindak. Persatuan bukan sekadar kata dalam sejarah, tetapi kerja nyata yang harus terus diperjuangkan.
Sumpah Pemuda adalah pengingat bahwa bangsa ini dibangun atas semangat dan cita-cita luhur, bukan sekadar kesamaan nasib. Ia adalah jiwa dari Indonesia: bahwa di atas segala perbedaan, ada satu tekad yang mempersatukan kita untuk menjadi bangsa yang berdaulat, beradab, dan bermartabat.
Maka, refleksi Sumpah Pemuda hari ini bukanlah nostalgia masa lalu, tetapi panggilan masa depan. Panggilan bagi setiap pemuda untuk terus menjaga bara persatuan itu agar tidak padam. Sebab selama api semangat itu menyala di dada generasi muda, Indonesia akan terus berdiri yang bukan hanya sebagai negara, tetapi sebagai rumah besar bagi seluruh anak bangsanya.
© Copyright @2025 LIDEA. All Rights Reserved.