Jakarta (ANTARA) - Hakim Konstitusi Arsul Sani tidak ingin suuzan atau berprasangka buruk terkait ada tidaknya intrik politis di balik laporan dugaan ijazah palsu yang dilayangkan Aliansi Masyarakat Pemerhati Konstitusi ke Badan Reserse Kriminal Polri.
Arsul menyatakan dirinya tidak boleh berprasangka buruk apakah laporan tersebut merupakan bagian dari upaya memberhentikannya dari kursi hakim konstitusi, seperti yang terjadi pada Aswanto, hakim konstitusi usulan DPR yang dicopot pula oleh DPR pada 2022.
"Saya tidak boleh suuzan ya bahwa ini dari skenario 'meng-Aswanto-kan' Pak Arsul Sani, saya tidak boleh suuzan seperti itu," ucap Arsul dalam konferensi pers di Mahkamah Konstitusi, Jakarta, Senin.
Dia menyatakan sikap bahwa jabatan merupakan amanah. Setiap jabatan, tidak hanya hakim konstitusi, pasti akan berakhir sehingga ia tidak ingin mempertahankan mati-matian jabatan yang sedang diembannya.
Pada kesempatan itu, Arsul Sani menjawab tudingan dengan langsung memperlihatkan dokumen ijazah doktoral yang ia peroleh dari Collegium Humanum Warsaw Management University di Warsawa, Polandia.
Ia menjelaskan memulai perjalanan studi doktoralnya pada tahun 2011 di Glasgow Caledonian University Inggris. Namun, ia tidak jadi menyelesaikan studi di kampus tersebut karena kesibukan sebagai anggota DPR RI.
Arsul kemudian melanjutkan studinya di Warsawa pada Agustus 2020. Setelah menjalani riset penelitian, Arsul lulus pada Juni 2022 setelah mempertahankan disertasinya yang kemudian dibukukan.
Arsul memperoleh ijazahnya secara langsung dari Collegium Humanum Warsaw Management University saat prosesi wisuda di Warasawa pada Maret 2023.
Selain ijazah, Hakim Arsul juga memperlihatkan salinan atau fotokopi ijazah yang sudah dilegalisasi Kedutaan Besar Republik Indonesia di Warsawa, transkrip nilai, serta foto-foto wisudanya yang dihadiri Duta Besar Indonesia untuk Polandia saat itu.
Aliansi Masyarakat Pemerhati Konstitusi melaporkan Hakim Konstitusi Arsul Sani ke Bareskrim Polri atas dugaan ijazah doktoral palsu pada Jumat (14/11).
Aliansi tersebut menduga ijazah Arsul palsu berbekal pemberitaan perihal penyelidikan komisi pemberantasan korupsi Polandia mengenai legalitas kampus tempat Arsul berkuliah strata tiga (S-3).
Terkait hal itu, Arsul mengatakan dugaan korupsi memang sempat terjadi di kampus tersebut sekitar satu setengah tahun setelah ia menyelesaikan studi.
"Itu rektornya ditahan oleh komisi antikorupsi Polandia, ya, dengan tuduhan, karena ini komisi antikorupsi, menyuap pejabat Kementerian Pendidikan Polandia untuk mendapatkan izin, yang saya pahami, ya, program eksekutif MBA," kata Arsul.
Namun, ia tidak mengetahui perkembangan kasus tersebut. "Saya tidak tahu kemudian perkembangan kasus itu apa karena ada di Polandia. Kalau saya Googling saja medianya, bahasanya Polandia, tidak paham juga kita," ucapnya.







