TRIBUNJATIM.COM - Wacana bahwa solar tak akan ada lagi di Indonesia tampaknya akan segera diwujudkan.
Presiden RI Prabowo Subianto mengatakan bahwa mulai tahun 2026, Indonesia tidak akan lagi mengimpor solar dari luar negeri.
"Mulai tahun depan menteri ESDM laporan kepada saya kita tidak akan impor solar lagi dari luar negeri mulai tahun depan," kata Prabowo saat memimpin rapat percepatan pembangunan Papua di Istana Negara, Jakarta, Selasa (16/12/2025), dikutip TribunJatim.com dari Kompas.com, Rabu (17/12/2025).
Prabowo menyampaikan hal ini usai mendapat laporan dari Menteri ESDM Bahlil Lahadalia.
Selain itu, Kepala Negara menargetkan Indonesia tidak lagi mengimpor bensin dalam kurun waktu empat tahun.
"Kita harapkan dalam empat tahun kita juga bisa tidak impor bensin dari luar," ujar Prabowo.
Dalam rapat ini, Prabowo berharap setiap daerah, termasuk Papua, bisa melakukan swasembada energi.
Prabowo menambahkan bahwa Menteri ESDM juga sudah memiliki perencanaan agar daerah di Papua bisa menikmati bahan bakar hasil produksinya sendiri.
"Saya kira Papua punya sumber energi yang sangat baik dan Menteri ESDM juga sudah merancang bahwa daerah-daerah Papua harus menikmati hasil daripada energi yang diproduksi di Papua," ujar Prabowo.
Di samping itu, ia menekankan pemanfaatan sumber tenaga surya atau tenaga air.
Sebab, teknologi tersebut sudah semakin murah dan bisa digunakan untuk daerah-daerah terpencil.
"Ini semua adalah supaya ada kemandirian tiap daerah. Kalau ada tenaga surya dan tenaga air, tidak perlu kirim-kirim BBM mahal-mahal dari daerah-daerah lain," lanjut dia.
Lebih lanjut, Prabowo juga ingin agar kelapa sawit ditanam di Papua demi mewujudkan swasembada energi.
Bukan cuma sawit, ia mendorong tanaman tebu serta singkong juga ditanam di Papua karena mampu menghasilkan etanol.
"Dan juga nanti kita berharap di daerah Papua pun harus ditanam kelapa sawit supaya bisa menghasilkan juga BBM dari kelapa sawit, juga tebu menghasilkan etanol, singkong cassava juga untuk menghasilkan etanol," kata Prabowo. "Sehingga kita rencanakan dalam 5 tahun semua daerah bisa berdiri di atas kakinya sendiri swasembada pangan dan swasembada energi," lanjut dia.
Dengan demikian, Prabowo berharap Indonesia dapat menghemat uang ratusan triliun untuk subsidi dan impor BBM.
"Kita akan menghemat ratusan triliun untuk subsidi, ratusan triliun untuk impor BBM dari luar negeri. Tahun ini tiap tahun kita mengeluarkan peraturan triliun untuk impor BBM. Kalau kita bisa tanam kelapa sawit, tanam singkong, tanam serbuk pakai tenaga surya dan tenaga air, bayangkan berapa ratus triliun kita bisa hemat tiap tahun," tuturnya.
Jika rencana Bahlil dan Prabowo soal Indonesia tidak lagi mengimpor bahan bakar solar (diesel) benar terwujud, masyarakat tak perlu khawatir.
Sebenarnya terdapat beberapa alternatif pengganti yang secara realistis dapat dimanfaatkan, baik dari sumber energi domestik maupun transisi menuju energi yang lebih bersih.
Salah satu pengganti paling utama adalah biodiesel, terutama B35 hingga B40 yang saat ini sudah digunakan secara nasional dan berbahan dasar minyak sawit.
Dikutip TribunJatim.com dari Shell.co.id, Biodiesel ini dapat langsung digunakan pada mesin diesel eksisting dengan penyesuaian minimal, sekaligus mengurangi ketergantungan impor dan meningkatkan nilai tambah komoditas dalam negeri.
Ke depan, pengembangan green diesel atau renewable diesel hasil pengolahan lanjutan minyak nabati juga menjadi opsi karena kualitasnya setara bahkan lebih baik dari solar fosil.
Selain biodiesel, gas alam dalam bentuk CNG (Compressed Natural Gas) dan LNG (Liquefied Natural Gas) juga berpotensi menjadi pengganti solar, khususnya untuk sektor transportasi berat, industri, dan pembangkit listrik.
Dikutip TribunJatim.coom dari Indonesia.go.id, Indonesia memiliki cadangan gas yang cukup besar.
Kendala utama penggunaan gas adalah kebutuhan infrastruktur seperti stasiun pengisian dan konversi mesin, namun dari sisi emisi dan biaya operasional, gas relatif lebih bersih dan efisien dibanding solar.
Dalam jangka panjang, listrik dan hidrogen menjadi alternatif strategis untuk menggantikan solar, terutama pada kendaraan dan alat berat.
Kendaraan listrik berbasis baterai mulai diarahkan untuk transportasi umum dan logistik.
Meski teknologi ini masih mahal dan infrastrukturnya terbatas, pengembangannya sejalan dengan target transisi energi dan penurunan emisi karbon nasional.
Baca juga: Sikapi Polemik PBNU, PWNU Jatim Pilih Sikap Netral dan Perkuat Konsolidasi Cabang
Dengan demikian, pengganti solar impor di Indonesia bukan hanya satu jenis bahan bakar, melainkan kombinasi antara biodiesel domestik, gas alam, serta energi baru seperti listrik dan hidrogen.
Keberhasilan transisi ini sangat bergantung pada kesiapan infrastruktur, kebijakan pemerintah, serta dukungan industri dan masyarakat dalam beralih ke sumber energi lainnya.