Pakar: Prabowo Setujui PP untuk Perkuat Perpol, Desakan Pembatalan Kandas
December 21, 2025 02:35 PM

WARTAKOTALIVE.COM -- Presiden Prabowo Subianto memerintahkan jajarannya untuk menyusun Peraturan Pemerintah (PP) sebagai solusi atas polemik Peraturan Kepolisian (Perpol) Nomor 10 Tahun 2025 dengan putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang menegaskan polisi aktif harus mundur atau pensiun jika ingin menduduki jabatan sipil di luar kepolisian.

Pendiri Haidar Alwi Institute (HAI) sekaligus Wakil Ketua Dewan Pembina Ikatan Alumni ITB, R Haidar Alwi, mengatakan langkah pemerintah ini menegaskan bahwa akan memperkuat legitimasi kebijakan polri.

"Hal itu menegaskan pilihan negara untuk memperkuat legitimasi kebijakan Polri sekaligus menjaga kewibawaan institusi kepolisian di tengah tekanan pencabutan atau pembatalan yang disuarakan Komite Reformasi Polri (KRP)," kata Haidar Alwi dalam keterangannya, Minggu (21/12/2025.

Baca juga: Jimly Asshiddiqie Nilai Perpol 10/2025 Perlu Ditertibkan, Soroti Batas Kewenangan Internal Polri

Secara ketatanegaraan, menurut Haidar, Presiden sejatinya memiliki kewenangan untuk membatalkan atau menegasikan Perpol melalui Peraturan Presiden (Perpres). 

Jalur ini kata Haidar bahkan secara terbuka didorong oleh Komisi Percepatan Reformasi Polri (KRP) dengan dalih bertentangan dengan konstitusi atau pembangkangan terhadap konstitusi.

Namun, nyatanya kata Haidar, Presiden Prabowo tidak memilih opsi tersebut. 

Haidar mengatakan pilihan menerbitkan PP bukan kebetulan, melainkan cerminan sikap sadar konstitusi dan kehati-hatian dalam mengelola hubungan antar lembaga negara.

"Dengan tidak diterbitkannya Perpres Pembatalan, Presiden mengirimkan sinyal tegas bahwa Perpol 10/2025 tidak dianggap sebagai produk yang tidak kostitusional seperti tuduhan KRP," ujar Haidar Alwi.

Sebaliknya, menurut Haidar, substansi kebijakan Polri dianggap sah, relevan, dan tetap berada dalam koridor kewenangan institusional. 

Baca juga: Prabowo Setujui PP Atur Polisi Aktif di Jabatan Sipil, Jimly: Akhiri Kisruh Putusan MK dan Perpol

"Yang dilakukan Presiden justru menaikkan tingkat legitimasi pengaturan melalui PP, sebuah instrumen hukum yang secara hierarkis lebih kuat dan memiliki daya ikat lintas sektor," katanya.

Langkah ini, kata Haidar penting untuk menjaga wibawa Polri sebagai institusi negara. 

Dalam negara hukum, menurutnya, pembatalan kebijakan internal lembaga penegak hukum melalui tekanan opini publik akan menciptakan keadaan berbahaya.

"Pembatalan atau pencabutan dapat menurunkan otoritas institusional Polri dan membuka ruang delegitimasi berulang terhadap kebijakan-kebijakan strategis lainnya. Presiden tampak memahami bahwa menjaga kehormatan institusi kepolisian adalah bagian dari menjaga stabilitas negara," papae Haidar Alwi.

Menurutnya, PP yang dibentuk merupakan penguatan kebijakan negara atas Polri. 

Dengan PP, maka arah kebijakan yang diatur dalam Perpol 10/2025 memperoleh legitimasi yang lebih luas, tidak lagi semata-mata sebagai aturan internal kepolisian, tetapi sebagai kebijakan pemerintahan yang berdiri di atas persetujuan dan tanggung jawab Presiden sebagai kepala pemerintahan.

"Ini sekaligus menutup ruang tafsir delegitimasi yang selama ini dimanfaatkan untuk membangun polemik," ungkap Haidar.

Di sisi lain, katanya keputusan ini menempatkan desakan KRP pada posisi yang lemah. 

Dorongan Pembatalan Perpol melalui Perpres tidak mendapat tempat dalam kebijakan Presiden. 

Kritik yang dibangun dengan narasi tidak konstitusional atau pembangkangan terhadap konstitusi justru berakhir pada konsolidasi kebijakan Polri di tingkat regulasi yang lebih tinggi.

"Dalam konteks ini, KRP gagal mengubah arah kebijakan negara dan harus menerima kenyataan bahwa pendekatan konfrontatif terhadap institusi justru kontraproduktif," ucap Haidar Alwi.

Lebih jauh lagi, kata Haidar sikap Presiden Prabowo menunjukkan bahwa memperbaiki institusi negara tidak selalu harus dilakukan dengan membatalkan kebijakan yang sudah ada. 

Reformasi yang sehat dilaksanakan melalui penguatan tata kelola, kepastian hukum, dan konsistensi kewenangan.

"Dengan memilih PP alih-alih Perpres Pembatalan, Presiden menjaga keseimbangan antara reformasi, stabilitas, dan kewibawaan alat negara," tegas Haidar Alwi.

Jadi, menurut ya penyusunan PP untuk memperkuat legitimasi Perpol Nomor 10 Tahun 2025 menegaskan posisi negara yang berdiri di belakang Polri. 

Presiden menunjukkan bahwa kewenangan memang dapat digunakan untuk membatalkan, namun kepemimpinan negara yang matang justru terlihat dari keberanian untuk melindungi institusi, memperkuat dasar hukumnya, dan memastikan kebijakan berjalan dalam kerangka hukum yang kokoh.

"Ini bukan sekadar pilihan regulasi, melainkan pernyataan politik hukum tentang bagaimana negara menjaga wibawa dan otoritas institusinya," katanya.

© Copyright @2025 LIDEA. All Rights Reserved.