BANJARMASINPOST.CO.ID - Belum paham sang ibu jadi pesakitan, anak bungsu Nikita Mirzani akhirnya besuk sang bunda di Rutan.
Artis Nikita Mirzani masih mendekam di balik jeruji besi.
Ia berstatus terdakwa dalam perkara pemerasan dan pencucian uang terhadap dokter Reza Gladys.
Perkara tersebut saat ini masih dalam proses setelah Nikita Mirzani mengajukan kasasi ke Mahkamah Agung.
Selama kurang lebih 10 bulan perkara bergulir, sepanjang itu pula Nikita tak bertemu dengan dua anak lelakinya.
Situasi itu akhirnya berubah setelah dua anaknya menjenguk sang ibu.
Momen itu diungkap oleh asisten rumah tangga (ART) Nikita, Atih.
"Iya, namanya juga ibunya ke anaknya ya pasti sedih juga sih," ungkap Atih, dikutip dari YouTube Sambel Lalap, Senin (30/12/2025).
"Kelihatan ya setiap ke sini juga kan ya sedih biasanya kan tidur bareng sama anak-anak, makan apa-apa."
"Sekarang kan udah lama, udah mau 10 bulan kan di sini," bebernya.
Baca juga: Selebgram Safa Marwah Tantang KPK Turun Tangan, Geram Usai Terseret Isu Ridwan Kamil: Tidak Takut
Atih juga memohon doa agar Nikita Mirzani segera bebas.
"Doain aja lah semoga madam cepat pulang gitu," kata Atih.
Sementara itu, Atih menyebut jika anak bungsu Nikita tak tahu sang ibu mendekam di balik penjara.
Akan tetapi Atih menjelaskan bahwa wanita berusia 39 tahun itu sedang menjalani sekolah hukum.
"Kalau Abang Azka sudah ngerti. Kalau Arkana tahunya sekolah hukum, nggak dikasih tahu," terangnya.
Majelis hakim Pengadilan Tinggi menyatakan bahwa Nikita bukan hanya bersalah dalam perkara pengancaman melalui media elektronik, tetapi juga terbukti melakukan TPPU, unsur yang sebelumnya dinyatakan tidak terbukti di tingkat pertama.
Putusan tersebut menjadi titik balik dalam kasus yang sejak awal penuh kontroversi, terutama setelah hakim mengungkap rangkaian aliran dana yang dinilai sebagai upaya Nikita untuk menyamarkan uang hasil kejahatan.
Dalam persidangan tersebut, majelis hakim memaparkan temuan yang dianggap menjadi titik penting dalam perkara ini.
Mereka menguraikan bagaimana aliran dana mencurigakan itu digunakan hingga akhirnya dinilai sebagai upaya untuk menutupi asal-usulnya.
"Menyatakan Terdakwa Nikita Mirzani terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana dan turut serta melakukan tindak pidana pencucian uang. Menjatuhkan pidana kepada Terdakwa oleh karena itu dengan pidana penjara selama 6 (enam) tahun," kata hakim ketua Sri Andini saat membacakan vonis, dikutip Tribunnews dalam YouTube Intens Investigasi, Selasa (9/12/2025).
Selanjutnya, hakim menjelaskan detail mengenai aliran uang yang menjadi perhatian utama dalam perkara ini.
Hakim menemukan adanya aliran dana sebesar Rp2 miliar pada 14 November 2024. Uang tersebut berasal dari korban Reza Gladys, tetapi tidak masuk ke rekening Nikita.
Dana itu langsung ditransfer ke rekening pengembang perumahan, PT Bumi Parama Wisesa.
Menurut hakim, alur transaksi tersebut adalah trik untuk menyamarkan uang hasil kejahatan.
"Perbuatan Terdakwa melalui Saksi Ismail Marzuki yang memerintahkan agar uang tutup mulut ditransfer ke rekening bank atas nama PT Bumi Parama Wisesa dengan tambahan catatan 'Nikita Mirzani' merupakan perbuatan yang digolongkan sebagai perbuatan yang bertujuan menyembunyikan asal usul uang tersebut," jelas Hakim Sri Andini.
Majelis kemudian mengaitkan temuan itu dengan kewajiban pembayaran aset yang sedang dicicil oleh janda tiga anak tersebut.
Transaksi uang “damai” tersebut ternyata berlangsung pada hari yang sama dengan jatuh tempo pembayaran uang muka (Down Payment) rumah mewah senilai Rp33,5 miliar yang sedang dicicil Nikita.
"Pada tanggal 14 November 2024, cicilan pembayaran Down Payment tersebut telah jatuh tempo pada hari yang sama pula, masuk pembayaran secara tunai langsung oleh Terdakwa sejumlah Rp1.486.234.000," ungkap Hakim.
Dengan begitu, pembayaran rumah tampak seolah-olah dilakukan oleh pihak ketiga secara sah, padahal uang tersebut berasal dari tekanan dan ancaman.
Majelis hakim menyatakan tindakan Nikita memenuhi unsur Pasal 3 UU TPPU.
Nikita dinilai menyadari bahwa uang itu berasal dari kejahatan namun berupaya mengemasnya seperti pendapatan legal.
"Tujuannya adalah agar mengaburkan asal usul uang tersebut diperoleh secara sah dari pihak ketiga sebagai pendapatan sah dari Terdakwa," jelas Hakim Ketua.
Majelis juga menolak alasan yang diajukan pihak Nikita. Hakim menegaskan bahwa bukti persidangan menunjukkan uang tersebut diberikan bukan karena kerja sama bisnis, tetapi karena tekanan.
"Uang tersebut dengan terpaksa ditransfer oleh Saksi Reza Gladys Prettyani Sari agar Terdakwa tidak lagi atau berhenti melakukan siaran live di akun TikTok menjelek-jelekan produk kecantikan dan kredibilitas Saksi Reza Gladys Prettyani Sari sebagai dokter," tandas Hakim.
Langkah Nikita Mirzani menempuh jalur kasasi kembali memantik perdebatan di ruang publik.
Di tengah proses hukum yang belum usai, keputusan tersebut dinilai bukan sekadar upaya hukum biasa, melainkan titik krusial yang mempertemukan perbedaan pandangan antara praktisi hukum dan tim kuasa hukum sang artis.
Artis Nikita Mirzani saat ini masih menunggu hasil putusan kasasi yang telah diajukannya terkait kasus dugaan pemerasan dan tindak pidana pencucian uang (TPPU) yang dilaporkan pengusaha skincare, Reza Gladys.
Pengajuan kasasi itu dilakukan pada Senin (15/12/2025) sebagai respons atas putusan Pengadilan Tinggi DKI Jakarta yang memperberat hukumannya menjadi enam tahun penjara.
Sebelumnya, Pengadilan Negeri Jakarta Selatan hanya menyatakan Nikita terbukti melakukan pemerasan dan menjatuhkan vonis empat tahun penjara serta denda Rp1 miliar.
Namun, pada tingkat banding, majelis hakim menyatakan Nikita juga terbukti melakukan TPPU, sehingga hukumannya diperberat.
Alih-alih mendapat dukungan penuh, langkah kasasi yang ditempuh Nikita justru menuai kritik dari sejumlah praktisi hukum.
Mereka menilai perkara tersebut tidak sesederhana yang dipahami publik dan menyimpan persoalan hukum yang layak diperdebatkan lebih lanjut.
Menanggapi kritik tersebut, tim kuasa hukum Nikita Mirzani, Andi Syarifudin, memberikan pembelaannya.
Ia menegaskan bahwa pandangan yang disampaikan pihaknya murni analisis hukum, bukan pembelaan emosional terhadap klien.
“Jika kami melihat perkara ini, terdapat beberapa unsur pasal yang menurut analisis kami sebagai praktisi hukum patut dikaji lebih dalam. Posisi kami di luar persidangan adalah menyampaikan pandangan hukum berdasarkan fakta dan peraturan yang berlaku,” ujar Andi, dikutip dari YouTube Nit Not, Selasa (30/12/2025).
Ia menjelaskan, berdasarkan analisis timnya, terdapat persoalan mendasar terkait objek perkara yang menyeret Nikita Mirzani.
“Berdasarkan analisis tersebut, kami menilai bahwa Nikita tidak memiliki hak untuk mendistribusikan atau menyebarluaskan informasi elektronik terkait perkara ini. Hal itu berkaitan dengan fakta bahwa objek dalam kasus Nikita diduga kuat merupakan tindak pidana,” lanjutnya.
Menurut Andi, objek yang dimaksud adalah produk skincare yang sejak awal diduga bermasalah.
“Objek yang dimaksud adalah produk skincare yang diduga bermasalah. Fakta ini telah disampaikan di persidangan, bahwa skincare tersebut diduga kuat melanggar hukum dengan bukti permulaan yang cukup,” katanya.
Ia kemudian membeberkan bukti permulaan tersebut.
“Bukti permulaan tersebut antara lain, adanya rilis dari BPOM yang menyatakan bahwa produk skincare tersebut tidak memiliki izin edar,” ujar Andi.
“Selain itu, terdapat hasil uji laboratorium mandiri yang menjelaskan bahwa produk skincare tersebut mengandung bahan-bahan berbahaya yang dapat menimbulkan kerusakan kulit dalam jangka waktu relatif singkat,” sambungnya.
Tak hanya itu, Andi juga menyinggung adanya laporan polisi yang lebih dahulu dibuat sebelum Nikita ditetapkan sebagai tersangka.
“Lebih lanjut, terdapat pula bukti laporan polisi di Mabes Polri yang dilaporkan oleh rekan kami, Fahmi, sebelum Nikita ditetapkan sebagai tersangka di Polda Metro Jaya,” ungkapnya.
Ia menilai, fakta tersebut seharusnya menjadi pertimbangan serius dalam proses persidangan.
“Artinya, hakim telah mengetahui bahwa objek perkara dalam kasus Nikita yang sedang disidangkan berpotensi merupakan tindak pidana,” jelas Andi.
Dengan kondisi tersebut, pihak kuasa hukum berpendapat seharusnya pemeriksaan perkara ditangguhkan.
“Dengan kondisi tersebut, seharusnya hakim menangguhkan terlebih dahulu pemeriksaan perkara dan menunggu hasil laporan polisi tersebut,” katanya.
Andi juga mengingatkan adanya risiko hukum apabila putusan tetap dijatuhkan.
“Sebab, terdapat risiko hukum apabila Nikita dinyatakan bersalah sementara objek perkaranya adalah tindak pidana. Putusan semacam itu berpotensi dibatalkan atau batal demi hukum,” tegasnya.
Ia menambahkan, karena putusan merupakan produk pengadilan, pembatalannya hanya bisa dilakukan oleh pengadilan yang lebih tinggi.
“Adapun risikonya bagi hakim, pertama dapat terjadi pelanggaran kode etik. Kedua, hakim berpotensi dilaporkan. Ketiga, hakim juga berpotensi digugat, karena putusan tersebut dapat dinilai melindungi suatu kejahatan,” tandas Andi.
“Itulah fakta-fakta yang kami temukan dan kami lihat secara langsung dalam proses persidangan,” tutupnya.
(Banjarmasinpost.co.id/Tribunnews.com)