Kami Jelaskan Latar Belakang Munculnya Orde Baru yang 32 Tahun Berkuasa hingga Runtuh pada 1998
Moh. Habib Asyhad January 21, 2025 03:35 PM

Kami kami jelaskan latar beakang munculnya Orde Baru di Indonesia hingga bisa berkuasa 32 tahun dan akhirnya ambruk pada 21 Mei 1998

---

Intisari hadir di WhatsApp Channel, follow dan dapatkan berita terbaru kami di sini

---

Intisari-Online.com -Orde Baru merujuk pada masa pemerintahan Presiden Soeharto yang berlangsung kurang lebih selama 32 tahun. Di sini kami akan jelaskan latar beakang munculnya Orde Baru di Indonesia.

Adalah terbitnya Surat Perintah 11 Maret 1966 atau Supersemar yang disinyalir sebagai penanda lahirnya Orde Baru. Melalui surat sakti itu,Presiden Sukarno menyerahkan mandat kekuasaannya kepada Soeharto, ketika itu menjabat sebagai Menteri/Panglima Angkatan Darat.

Masa kepemimpinan Soeharto, yang pada akhirnya bertahan hingga 1998, itulah yang kemudian kita kenal sebagai Orde Baru. Pada hakikatnya Orde Baru lahir untuk melaksanakan kembali kehidupan bermasyarakat dan bernegara sesuai pancasila dan UUD 1945 secara murni dan konsekuen.

Latar belakang munculnya Orde Baru

Ketika itu, gejolak pada pemerintahan Soekarno sedang ganas-ganasnya. Itu terjadi pada pertengahan 1960-an.

Bahkan pada masa itu disebut sebagai salah satu periode paling penuh gejolak dalam sejarah modern Indonesia.

Munculnya Supersemar sendiri adalah efek dari gejolak pascaperistiwa Gerakan 30 September 1965 (G30S) pada1 Oktober 1965. Demokrasi terpimpin Soekarno pun melemah akibat tudingan tentara bahwa Partai Komunis Indonesia (PKI) merupakan dalang di balik peristiwa pembunuhan tujuh jenderal tersebut.

Tuduhan tersebut tentu memicu amarah dari para pemuda antikomunis. Akhir Oktober 1965, para mahasiswa membentuk Kesatuan Aksi Mahasiswa Indonesia atau KAMI, dengan dilindungi oleh para tentara.

Kelompok ini dibuat untuk memprotes Soekarno yang enggan bertindak apa-apa terkait peristiwa G30S. Tak hanya itu, rakyat juga melakukan unjuk rasa soal buruknya perekonomian di bawah kepemimpinan Soekarno.

Memasuki 1966, inflasi telah mencapai 600 persen lebih. Melihat situasi tersebut, Bung Karno juga tidak memberi tanggapan apa-apa terkait suara rakyat.

Dan lahirnya Orde Baru, mau tak mau, didorong oleh kacaunya kondisi politik pada tahun 1966 itu. Adapun faktor politik yang mendorong lahirnya Orde Baru adalah Bung Karno menolak bertanggung jawab atas peristiwa G30S.

Tiga Tuntutan Rakyat (TRITURA)

Posisi Presiden Soekarno semakin terdesak saat KAMI memelopori diserukannya Tiga Tuntutan Rakyat (Tritura) pada 12 Januari 1966, yang isinya:

- Pembubaran PKI beserta ormas-ormasnya

- Perombakan kabinet Dwikora

- Turunkan harga pangan

Aksi KAMI diikuti oleh kesatuan-kesatuan aksi lainnya hingga puncak demonstrasi terjadi pada 11 Maret 1966. Di situ para mahasiswa menggencarkan demonstrasi di depan Istana Negara.

Melihat kondisi yang semakin genting, Letjen Soeharto meminta agar Soekarno memberikan surat perintah untuk mengatasi konflik tersebut jika ia diberi kepercayaan.

Permintaan ini segera ditanggapi dan pada 11 Maret 1966 di Istana Bogor, Presiden Soekarno menandatangani surat perintah untuk mengatasi keadaan.

Surat itu disebut Surat Perintah Sebelas 11 Maret atau Supersemar, yang berisi instruksi agar Soeharto sebagai Menteri Panglima Angkatan Darat untuk mengambil tindakan dalam rangka menjamin keamanan, ketenangan, dan stabilitas pemerintahan demi keutuhan bangsa dan negara.

Supersemar secara praktis memperlemah posisi Presiden Soekarno karena pemerintahan dijalankan oleh Soeharto. Selanjutnya, lewat sidang MPRS, Soeharto resmi menjabat sebagai presiden RI kedua pada 27 Maret 1968.

Dengan demikian, terbitnya Supersemar menjadi faktor kuat bagi Soeharto untuk membangun rezim Orde Baru, yang bertahan hingga 1998.

Runtuh pada 1998

Setelah 32 tahun berkuasa, Orde Baru akhirnya runtuh pada Mei 1998. Rakyat yang sudah muak dengan buruknya kondisi sosial-ekonomi bangsa memaksa Soeharto turun dari jabatannya.

Tapi Orde Baru tak jatuh karena satu faktor tunggal. Tapi merupakan akumulasi dari berbagai faktor yang saling terkait. Seperti korupsi, kolusi, dan nepotisme keluarga dan kroni-kroninya, serta otoritarianisme pemerintahan militeristik Soeharto.

1.Penyimpangan UUD 45 dan Pancasila

Mengutip Kompas.com, runtuhnya rezim Orde Baru semata-mata tidak hanya karena krisis ekonomi yang melanda bangsa Indonesia. Kita tahu, jatuhnya Orde Baru diprakondisikan dan didahului dengan runtuhnya ideologi yang mengawalnya.

Ideologi Pancasila yang sejatinya bersifat luhur dan mulia, namun oleh rezim Suharto diselewengkan menjadi alat legitimasi. Dalam perkembangannya fungsi ideologi sebagai alat legitimasi sudah tidak efektif lagi.

Tak hanya itu, sistem perekonomian yang diklaim dijalankan dengan asas demokrasi ekonomi, namun kenyataannya hanya dikuasai sebagian orang. Di era orde baru, perekonomian justru dikuasai oleh konglomerat dan terjadi monopoli ekonomi.

2. Krisis politik dan maraknya KKN

Krisis politik Orde Baru merupakan puncak dari berbagai kebijakan politik yang diterapkan pemerintahan Presiden Soeharto. Dikutip dari Intisari, selama era Orde Baru berjalan, diterapkan kebijakan-kebijakan politik, yang diwarnai berbagai penyelewengan seperti korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN).

Korupsi yang menggerogoti keuangan negara, kolusi yang merusak tatanan hukum, dan nepotisme yang memberi perlakuan istimewa kepada kerabat dan kawan penguasa, menyebabkan jatuhnya pemerintahan Orde Baru.

Praktik nepotisme pada zaman Orde Baru salah satunya dijalankan melalui Golkar yang selalu mendapat suara terbanyak dalam pemilu selama enam kali berturut-turut, yakni pemilu 1971, 1972, 1982 1987, 1992, dan 1997.

Kemenangan ini menuai kecurigaan akan kecurangan, ditambah lagi rekrutmen politik dilakukan secara tertutup. Rekrutmen politik masa itu memang diatur berdasarkan kedekatan presiden dengan pemerintah.

Pada masa Orde Baru, setidaknya ada delapan Keppres yang dikeluarkan Soeharto dan disinyalir memberi keuntungan bagi keluarga dan orang-orang terdekatnya.

Soeharto juga dikenal gemar menunjuk kawan-kawan militernya untuk menduduki berbagai jabatan sipil di pemerintahan. Pada era Orde Baru, mayoritas gubernur berasal dari kalangan militer, khususnya para jenderal.

Untuk para perwira militer, biasanya diangkat sebagai bupati atau wali kota. Dengan pengangkatan perwira militer dalam pemerintahan, rezim Orde Baru dapat merepresi lawan-lawan politik Soeharto.

Tidak heran apabila kekuasaannya dapat bertahan lama, bahkan hingga tiga dekade lebih. Namun berbagai kecurangan di bidang politik pada akhirnya membuat masyarakat tidak lagi percaya pada pemerintah, yang akhirnya menyebabkan runtuhnya Orde Baru.

3. Krisis ekonomi

Krisis moneter global yang melanda Asia pada tahun 1997 menghantam Indonesia dengan keras. Nilai tukar rupiah terhadap dollar AS anjlok drastis, memicu inflasi tinggi dan melumpuhkan sektor ekonomi.

Ketidakmampuan pemerintah dalam menangani krisis, ditambah dengan kebijakan yang salah, memperparah kondisi ekonomi dan menimbulkan penderitaan rakyat yang luas. Tragedi Trisakti dan Semanggi pada Mei 1998 menjadi puncak kemarahan rakyat terhadap pemerintah.

Penembakan brutal terhadap mahasiswa tak bersenjata memicu demonstrasi besar-besaran dan kerusuhan di berbagai kota.

Kematian tragis para mahasiswa ini menjadi simbol kebrutalan rezim Orde Baru dan semakin memperkuat tekad rakyat untuk menjatuhkan Soeharto.

Soeharto lalu mengundurkan diri dari jabatannya pada 21 Mei 1998 setelah runtuhnya dukungan untuk kepresidenannya yang telah berlangsung selama 32 tahun. Wakil Presiden B.J. Habibie kemudian mengambil alih kursi kepresidenan.

Begitulah yang bisa kami jelaskanlatar beakang munculnya Orde Baru di Indonesia. Semoga bermanfaat.

© Copyright @2025 LIDEA. All Rights Reserved.